ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh inokulasi jamur mikoriza arbuskula asal tanah hutan tanaman
jati terhadap pertumbuhan bibit jati dikaitkan dengan perkembangan mikoriza
arbuskula. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor inokulan
tiga taraf dan 10 ulangan, yaitu kontrol (tanpa inokulasi), diinokulasi dengan
spora Gigaspora sp dan Glomus sp. Spora hasil isolasi berasal
dari tanah hutan tanaman jati di Tangen, Surakarta. Medium pertanaman adalah
campuran tanah asal lapangan dan pasir pada rasio 1:1 (v/v) yang disterilkan.
DOWNLOAD VERSI MICROSOFT WORD : KLIK DI SINI
Pemupukan dilakukan dengan menambahkan pupuk majemuk NPK sebanyak 0,0625 g per bibit yang dicampurkan ke dalam medium. Pengamatan dilakukan selama lima bulan. Data dianalisis dengan metode Analisis Sidik Ragam dan selanjutnya dilakukan uji jarak berganda Duncan untuk menentukan besarnya perbedaan antar perlakuan pada taraf signifikan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi spora jamur mikoriza arbuskula meningkatkan pertumbuhan bibit jati, dengan inokulasi Gigaspora sp menghasilkan pertumbuhan tertinggi. Kadar N, P, K dan Ca meningkat dengan inokulasi spora jamur mikoriza arbuskula, baik Gigaspora sp maupun Glomus sp.
Pemupukan dilakukan dengan menambahkan pupuk majemuk NPK sebanyak 0,0625 g per bibit yang dicampurkan ke dalam medium. Pengamatan dilakukan selama lima bulan. Data dianalisis dengan metode Analisis Sidik Ragam dan selanjutnya dilakukan uji jarak berganda Duncan untuk menentukan besarnya perbedaan antar perlakuan pada taraf signifikan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi spora jamur mikoriza arbuskula meningkatkan pertumbuhan bibit jati, dengan inokulasi Gigaspora sp menghasilkan pertumbuhan tertinggi. Kadar N, P, K dan Ca meningkat dengan inokulasi spora jamur mikoriza arbuskula, baik Gigaspora sp maupun Glomus sp.
Pertumbuhan bibit jati yang meningkat diikuti
dengan peningkatan persentase infeksi dan sporulasi jamur mikoriza arbuskula
yang besar, dan peningkatan tertinggi terjadi pada bibit yang diinokulasi
Gigaspora sp. Hasil-hasil ini menunjukkan
bahwa pada tanah hutan tanaman jati di Tangen bertipe grumusol,
pemupukan NPK nisbi rendah (0,0625 g NPK per bibit) dan inokulasi spora jamur
mikoriza arbuskula memperbaiki pertumbuhan, meningkatkan kadar hara serta
memperbaiki perkembangan asosiasi mikoriza pada bibit jati. Kata kunci : jati, Gigaspora
sp, Glomus sp, pertumbuhan bibit, asosiasi mikoriza.
I.
LATAR BELAKANG
Mikoriza arbuskula merupakan suatu
struktur asosiasi antara fungi akar dengan tanaman tingkat tinggi, yang
terbentuk pada tidak kurang dari 90 % tumbuhan berklorofil (Fitter dan
Merryweather, 1992; Brundrett et al., 1996; Thorn, 1997; Rajan et
al., 2000). Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan satu di antara
tanaman tingkat tinggi yang berasosiasi dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA),
baik di lapangan maupun di lingkungan persemaian (Hardjodarsono, 1977; Ali et
al., 1995; Corryanti et al., 2001).
Dari beberapa penelitian terdahulu dilaporkan
bahwa terbentuknya asosiasi mikoriza arbuskula pada jati berpengaruh
meningkatkan pertumbuhan bibit dan kadar hara-hara makro seperti N dan P
(Corryanti dan Rohayati, 1999; Irianto et al., 2001; Suraya, 2002) serta
hara-hara mikro seperti Cu dan Zn (Rajan et al., 2000). Pengamatan
tentang FMA asal tanah hutan tanaman jati dan pengaruh asosiasinya terhadap
pertumbuhan jati belum banyak diamati secara mendalam.
Asosiasi mikoriza yang terjadi secara alamiah
berbeda antar satu ekosistem dengan ekosistem lainnya dan asosiasi akan efektif
pada kondisi perakaran dan lingkungan yang paling sesuai (Jeffries & Dodd,
1991; Bagyaraj, 1994; Moutoglis et al., 1996). Oleh karena itu efektivitas asosiasi mikoriza
pada tanaman inang bervariasi antar spesies, varietas (Jeffries dan Dodd, 1991;
Bagyaraj, 1994; Rajan et al., 2000), bahkan antar ekosistem (Tommerup,
1994). Perbedaan ini terjadi karena dipengaruhi oleh interaksi antara tanaman
inang, FMA dan sifat-sifat kimia serta fisika tanah sebagai lingkungan tumbuh
(Moutoglis et al., 1996; Rajan et al., 2000; van Der Heijden et
al., 2001). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
inokulasi spora FMA asal tanah hutan tanaman jati terhadap pertumbuhan bibit
jati dikaitkan dengan perkembangan mikoriza arbuskula.
II.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di lokasi
pembibitan dan berlangsung selama tujuh bulan, yakni dari Nopember 2005 – Mei
2006. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Faktor
yang diuji terdiri dari tiga taraf, yakni tanpa inokulasi, diinokulasi spora Gigaspora
sp dan diinokulasi spora Glomus sp, yang masing-masing diulang
sepuluh kali. Tanah contoh diambil dari lapis olah di sekitar tanaman
jati di hutan tanaman jati, BKPH Tangen, KPH Surakarta, Perum Perhutani.
Tanah tersebut masuk ke dalam tipe tanah grumusol,
dengan sifat kimia yaitu pH 7,6, kandungan karbon 1,8%, N total 0,2%, P
tersedia 11,9 ppm, K tertukarkan 0,5 me/100g, Ca tertukarkan 6,9 me/100g,
magnesium tertukarkan 0,9 me/100g, kapasias pertukaran kation 30,8 me/100g,
kandungan bahan organik 3,2 % dengan fisik tanah bertekstur lempung. Medium
pertanaman terdiri atas campuran tanah contoh dan pasir pada 1:1 (v/v),
yang disterilisasi dengan menghembuskan fungisida berbahan aktif benomyl 50 %
dan diinkubasi selama seminggu sebelum digunakan.
Bibit jati berasal
dari perkecambahan benih asal Kebun Benih Klon Jati, Padangan. Akar bibit jati
yang siap disapih terlebih dahulu direndam dalam HClO4 2% selama sepuluh detik,
kemudian dibilas dengan akuades yang diulang tiga kali. Pemberian pupuk
dilakukan dengan menambahkan NPK (15:15:15) sebanyak 0,0625 g per bibit
(takaran pupuk berdasarkan hasil penelitian pendahuluan) dan diberikan selama
dua kali selama masa percobaan, yaitu satu dan dua bulan setelah penyapihan. Spora
berasal dari hasil isolasi melalui kegiatan pemerangkapan spora (trapping)
fungi mikoriza.
Tipe FMA hasil isolasi yang digunakan
adalah Gigaspora sp dan Glomus sp. Inokulasi dilakukan terhadap
bibit jati, yaitu sebanyak 30 spora Gigaspora sp (Bierman dan Lindermann,
1983; Tawaraya et al., 1998) atau 50 spora Glomus sp (Fakuara,
1988) untuk setiap bibit percobaan. Sebelum diinokulasikan, spora disterilisasi
dengan HCLO4 0,2 % selama sepuluh detik, kemudian dibilas dengan
akuades. Pemeliharan bibit meliputi penyiraman medium pertumbuhan sesuai
kapasitas lapangan. Untuk menghindari evaporasi yang berlebihan dan
berkembangnya organisme yang tidak dikehendaki, pot ditutupi dengan kertas
aluminium (aluminium foil) yang diberi lubang agar tetap terjaga aliran
pertukaran udara. Pengacakan letak pot dalam rak percobaan dilakukan seminggu
sekali.
Pengendalian hama dilakukan dengan
menyemprotkan fungisida bila diperlukan. Pengukuran. Pertumbuhan bibit meliputi
tinggi, diameter serta bobot kering bibit diukur secara periodik, yakni sekali
dalam dua minggu selama masa percobaan lima bulan. Hara yang dianalisis
dalam jarigan tanaman, yaitu N, P K dan Ca melalui proses destruksi basah, dan
selanjutnya kadar hara dianalisis berdasarkan metode Kjeldhal (1985 cit.
Jones et al., 1991) untuk N, analisis kolorimetrik dengan metode vanado
molybdate yellow untuk P, dan atomic absorption spectrofotometry untuk
penetapan K dan Ca (Jackson, 1967). Konsentrasi hara dinyatakan atas dasar
bobot kering tanaman dan kadar hara adalah hasil perkalian bobot kering dengan
konsentrasi hara (Tan, 1995).
Perkembangan asosiasi mikoriza arbuskula
meliputi persentase infeksi dalam akar bibit dan
perkembangan spora. Pengukuran persentase infeksi akar mengikuti metode
pewarnaan Kormanik dan McGraw (Brundrett et al. 1996). Akar-akar lateral
seberat 2 gram berat segar dan sebanyak 3 ulangan dibersihkan dan direndam
dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan semalam. Selanjutnya akar dibilas beberapa kali
dengan akuades hingga bersih dari larutan KOH, direndam dalam larutan HCl 2%
selama 30 menit, lalu dilakukan kegiatan pewarnaan dengan menambahkan tryphan
blue 0,05 % dalam larutan asam laktogliserol secukupnya (1:1:1
masing-masing untuk asam laktat, gliserol dan air) hingga akar terendam.
Sebelum akar diamati, dilakukan destaining dengan larutan gliserin 50%.
Infeksi akar diamati dengan bantuan kotak bergaris (gridline intersect)
yang dilekatkan pada dasar cawan petri (Brundrett et al., 1996).
Persentase infeksi adalah jumlah akar yang terinfeksi, yang dilihat dari banyaknya
garis perpotongan pada penunjuk kotak bergaris dibandingkan dengan seluruh akar
yang diamati. Pengamatan dilakukan setiap empat minggu. Perkembangan spora
diukur pada setiap empat minggu, dengan mengambil tanah contoh sebanyak 100 g.
Tanah contoh disaring melalui saringan bertingkat. Hasil saringan yang diamati
adalah materi yang tertahan di saringan berukuran 200 dan 300 mesh
. Jumlah
spora dihitung dengan bantuan penghitung dan mikroskop monokuler (Tommerup,
1994). Analisis statistik. Data percobaan dianalisis dengan Analisis
Ragam dengan uji F terhadap peubah yang diamati. Jika terdapat pengaruh
yang signifikan, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan untuk
mengetahui besarnya perbedaan rata-rata antar perlakuan.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan bibit jati
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan
bibit jati meningkat dengan inokulasi spora FMA Gigaspora sp dibandingkan
kontrol, masing-masing untuk tinggi dan diameter mencapai 21,4 % dan 12,0 %.
Pada bibit jati yang diinokulasi spora Glomus sp tidak terjadi
peningkatan tinggi bibit, bahkan untuk pertumbuhan diameter inokulasi ini
menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan kontrol (Gambar 1a, b). Bobot
kering bibit jati menunjukkan bahwa dengan inokulasi spora FMA terjadi
peningkatan sebesar 4,2-39,2 % dan 30,4-48,7 %, berturut-turut untuk bobot
kering total dan bobot kering akar. Lebih lanjut, peningkatan bobot kering
terbesar terjadi pada bibit jati yang diinokulasi dengan spora Gigaspora sp
(Gambar 1c). Perbedaan pertumbuhan bibit jati dengan inokulasi tipe FMA yang
berbeda, dilaporkan juga oleh Rajan et al. (2000), yaitu dengan
inokulasi beberapa isolat FMA. Perbedaan ini pada perkembangan lanjut akan memengaruhi
efektivitas asosiasi mikoriza arbuskula pada tanaman inangnya (Setiadi, 1999;
van der Heijden & Kuyper, 2001). Perbedaan yang signifikan antar perlakuan
terjadi pada parameter tinggi bibit, yaitu atas inokulasi Gigaspora sp
dibanding kontrol, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan
pada parameter diameter.
Namun demikian, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa inokulasi spora FMA menghasilkan pertumbuhan bibit yang nisbi
lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan takaran pemupukan 0,0625 g NPK
per bibit yang diberikan ke dalam medium pertanaman tanah grumusol asal
Tangen disertai inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan bibit. Inokulasi
dengan Gigaspora sp yang menghasilkan respon yang lebih besar dibandingkan
Glomus sp, diduga karena perbedaan fungsi dan mekanisme asosiasi fungi mikoriza
dalam memengaruhi pertumbuhan inang (Harley, 1994). Hal ini diduga terjadi
karena adanya interaksi di antara faktorfaktor yang menentukan, seperti
karakteristik tanaman inang, sifat fisika dan kimia tanah dan karakteristik FMA
itu sendiri (Tommerup, 1994).
Pengamatan mekanisme asosiasi kedua tipe FMA
ini pada tanaman inang belum banyak diketahui (O’Kefee & Sylvia, 1991;
Nagahashi et al., 1994) Sejalan dengan perubahan tinggi dan diameter,
bobot kering tanaman meningkat paling besar pada bibit jati yang diinokulasi
FMA Gigaspora sp. Sebaliknya, dengan inokulasi Glomus sp bobot
kering bibit tidak menunjukkan kesesuaian inokulan dengan tanaman inang
sehingga memengaruhi pertambahan bobot kering. Peningkatan
yang
signifikan dalam bobot kering total nisbi terhadap kontrol terjadi pada bibit
jati yang diinokulasi Gigaspora sp, dan ini mengindikasikan bahwa
inokulasi dengan tipe inokulan tersebut dapat meningkatkan bobot total bibit jati.
Sebaliknya, pada bibit jati dengan bobot kering rendah, yaitu pada bibit yang
diinokulasi Glomus sp, peningkatan yang signifikan hanya terjadi pada
bobot kering akar.
Hasil ini dapat disimpulkan bahwa
inokulasi dengan spora Glomus sp kurang memberikan peningkatan
pertumbuhan bagian pucuk bibit jati, tetapi sebaliknya meningkatkan pertumbuhan
bagian akar. Antar inokulan tipe FMA dengan demikian memiliki peran dan karakteristik
yang spesifik terhadap asosiasi mikoriza yang terbentuk, yang hal ini tampak
dari hasil bobot kering bibit yang lebih besar dibandingkan kontrol.
B. Kadar hara pada bibit jati
Pemberian inokulan spora FMA
menghasilkan peningkatan kadar hara-hara makro dalam bibit jati. Dengan
inokulasi spora Gigaspora sp, kadar hara N, P, K dan Ca meningkat
berturut-turut sebesar 76,5 %, 200 %, 29,7 % dan 125 % dibandingkan kontrol,
sedang inokulasi spora Glomus sp menghasilkan peningkatan berturut-turut
sebesar 152,9 %, 200 %, 24,3 % dan 59,1 %. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap
tipe inokulan menghasilkan respon yang berbeda dalam kadar hara makro pada
bibit jati, dan antar hara makro menunjukkan peningkatan yang bervariasi satu
dengan lainnya.
Peningkatan kadar hara N tertinggi
terjadi dengan inokulasi spora Glomus sp; kadar hara P nisbi sama pada
inokulasi kedua inokulan, sedangkan kadar K dan Ca lebih tinggi pada inokulasi Gigaspora
sp (Gambar 2). Perbedaan mekanisme fungsi asosiasi antar FMA di dalam
tanaman inang (Tommerup, 1994) menghasilkan respon kadar hara pada tanaman
inang yang berbeda. Peningkatan kadar hara utama dalam penelitian ini
membuktikan bahwa dalam tingkat pemupukan NPK 0,0625 g per bibit dengan
pemberian inokulan akan meningkatkan kadar hara makro N, P, K dan Ca. Kadar
hara P menunjukkan nilai yang paling rendah dibandingkan kadar hara lainnya,
namun demikian peningkatannya paling besar di antara hara lainnya. Ini
membuktikan keterlibatan FMA dalam menyerap hara P. Dalam penelitian yang
sejalan dilaporkan, bahwa pada tanaman yang diinokulasi dengan spora Gigaspora
yang diketahui jumlahnya dijumpai kandungan P, K, Mg dan Cu yang tinggi,
tetapi rendah untuk kandungan Ca (Chan et al., 1981).
Inokulasi Glomus sp menunjukkan
tanggapan kadar hara N lebih besar dibandingkan inokulasi Gigaspora sp.
Kadar P, K dan Ca pada bibit jati meningkat sebanding antara yang diinokulasi Gigaspora
sp dengan yang diinokulasi Glomus sp. Perbedaan tipe inokulan yang
berbeda memiliki fungsi dan reaksi yang berbeda dalam lingkungannya, termasuk
saat FMA
menginfeksi
dan berasosiasi dengan akar tanaman (Mason et al., 1992; Tommerup,
1994), dan mekanisme tentang penyerapan hara oleh masing-masing tipe FMA masih
belum banyak diketahui (Hawkins et al, 2000).
C. Persentase infeksi akar
Hasil pengamatan antar bibit jati yang
diinokulasi Gigaspora sp dengan Glomus sp menunjukkan pola
tanggapan infeksi akar yang berbeda. Pada usia bibit jati 1,5 bulan infeksi
akar pada yang diinokulasi Glomus sp baru mencapai 10 %, sementara belum
terlihat pada bibit yang diinokulasi Gigaspora sp. Selanjutnya, pada
bibit jati berusia 2,5 bulan respon infeksi kedua inokulan mulai terlihat
responsivitasnya dan meningkat dengan bertambahnya umur bibit (Gambar 3a).
Infeksi akar tertinggi terlihat pada
bibit jati yang diinokulasi Gigaspora sp, yang mencapai hingga 78,12 %
dan lebih tinggi dari yang diinokulasi Glomus sp, yang mencapai hingga
54,02 %. Persentase infeksi inokulasi Gigaspora sp menunjukkan
pergerakan meningkat dengan makin bertambah usia bibit jati, sebaliknya terjadi
pergerakan infeksi akar yang nisbi lebih rendah yang diinokulasi Glomus sp.
Pemupukan takaran yang nisbi rendah dalam penelitian ini sebagaimana dapat
menggiatkan berkembangnya infeksi dalam perakaran bibit tanaman inang (Clark,
1997; Sylvia, 2005). Di samping itu, infeksi akar pada tanaman juga dipengaruhi
langsung dan tidak langsung oleh faktor-faktor lingkungan yang selalu dinamis,
sehingga memengaruhi kecepatan infeksi (Moutoglis et al., 1996; van der
Heijden et al., 2001).
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan
terjadinya tanggapan perkembangan asosiasi mikoriza atas kondisi lingkungan
yang memengaruhinya, yaitu: a) perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi di
dalam akar sehingga menentukan perkembangan fungi; b) adanya perubahan
kuantitatif dan kualitatif eksudat akar yang memengaruhi perkembangan miselium
ekstra; c) aliran karbon dari inang ke fungi akan menentukan perkembangan
miselium dan spora fungi (Nagahashi et al., 1996).
Sporulasi spora.
Pengamatan sporulasi dalam zona rizosfer bibit jati mulai terlihat setelah
bibit berumur 1,5 bulan. Sporulasi dalam 100 g tanah menunjukkan inokulasi Gigaspora
sp menghasilkan spora dalam kisaran 47- 159 spora dalam 100 g tanah, sedang
inokulasi Glomus sp dalam kisaran 47-53 spora dalam 100 g tanah.
Perkembangan sporulasi inokulasi Glomus sp menunjukkan pola perkembangan
yang nisbi mendatar (stagnasi) dibandingkan inokulasi Gigaspora sp yang
cenderung meningkat (Gambar 3b).
Dengan pola yang berbeda ini menunjukkan
respon sporulasi antar tipe FMA memiliki ciri masing-masing. Abbot et al. (1992)
dan Brundrett et al. (1999) mengungkapkan spora Glomus sp, dalam
berbagai situasi lingkungan sering tidak berkembang dengan baik dibanding
komponen-komponen siklus hidupfungi lainnya, seperti hifa dan propagul lainnya,
sementara Scutellospora sp, Gigaspora sp, atau Acaulospora sp, sporasporanya
banyak dijumpai pada berbagai tipe tanah. Untuk itu tanah hutan tanaman jati di
Tangen perolehan spora Glomus sp dalam tanah tampak jauh lebih sedikit
dibandingkan perolehan spora Gigaspora sp. Pemberian pupuk NPK dengan
takaran 0,0625 g per bibit menghasilkan sporulasi yang meningkat tajam, yaitu
mencapai 47 spora dalam 100 g tanah pada usia bibit mencapai 1,5 bulan.
Perkembangan lebih lanjut sporulasi pada takaran ini menunjukkan Gigaspora sp
menghasilkan sporulasi yang tinggi dan pada akhir pengamatan mencapai 159 spora
per 100 g tanah, sementara Glomus sp mencapai 53 spora per 100 g tanah.
Dalam Mason et al. (1992) dan Clark (1997) disebutkan spora fungi
mikoriza akan meningkat laju pertumbuhannya pada takaran pemupukan yang
menggiatkan terbentuknya spora. Penelitian ini menunjukkan takaran pemupukan
yang rendah mencukupi kebutuhan hara pertumbuhan bibit jati, sementara
perkembangan FMA merespon positip dilihat dari sporulasi dan infeksi akar.
Hasil ini membuktikan setiap tipe FMA akan menanggapi lingkungan dengan
perbedaan kuantitas sporulasi. Diduga sifat-sifat kimia fisika tanah medium dan
praktik pengelolaan tanah memengaruhi kelangsungan berkembangnya spora Glomus
sp yang nisbi terhambat.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Inokulasi
spora FMA di tanah grumusol asal hutan tanaman jati Tangen meningkatkan
pertumbuhan bibit jati. Inokulasi dengan spora Gigaspora sp menghasilkan
pertumbuhan tertinggi, berturut-turut pertumbuhan tinggi, diameter dan bobot
kering yaitu 21,4 %, 12 % dan 39,2 % dibandingkan kontrol.
2. Kadar
hara makro N, P, K dan Ca meningkat dengan inokulasi spora FMA, Gigaspora sp
dan Glomus sp, berturut-turut meningkat berturut-turut sebesar
76,47-152,94 %, 200 %, 24,32-29,73- % dan 59,09-125 % dibandingkan kontrol.
3. Pertumbuhan
yang meningkat diikuti dengan meningkatnya persentase infeksi dan sporulasi FMA
yang lebih besar, dan peningkatan terbesar terjadi pada bibit jati yang
diinokulasi Gigaspora sp, mencapai 78,12%.
4.
Di tanah hutan tanaman jati di Tangen
bertipe grumusol dengan pemupukan NPK 0,0625 g per bibit dengan
inokulasi spora FMA dapat memperbaiki pertumbuhan, kadar hara makro serta
memperbaiki perkembangan asosiasi mikoriza bibit jati dibandingkan tanpa diberi
inokulan spora FMA.
B.
Saran
Penelitian lebih jauh tentang
masing-masing fungsi tipe FMA terhadap pertumbuhan bibit jati masih diperlukan dalam
kaitan pemanfaatan FMA di bidang pembibitan jati.
DAFTAR PUSTAKA
Abbot,
L.K., Robson, A.D., Jasper, D.A., Gazey, C., 1992. What is the role of
VA-mycorrhizal hyphae in soil? In.: Read, D.J., Lewis, D.H., Fitter, A.H.,
Alexander, I.J. (Eds) Mycorrhizas n ecosystem. International. University Press,
Cambridge. CAB. p.:26-36.
Ali, S.S., Gupta, N. dan Rahangdale, R., 1995.
Ecology of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi in tropical forest of central
India. In. Biology and biotechnology of mycorhizae. Biotrop special publication
No. 56,SEAMEO BIOTROP, Bogor. p. 49-53.
Fitter,
A. H. dan Merry-Weather J. W., 1992 Why are some plants more mycorrhizal than
others? An ecological enquiry. In. D J Read, D H Lewis, A H Fitter, I J
Alexander (eds) Mycorrhizas in Ecosystems. CAB International, pp: 26-36.
Bagyaraj,
1994. Handbook of applied mycology: Ecology of VAM. Marcel Decker, Inc New
York. p. 1-34.
Brundrett
M., Bougher N., Dell B, Grove T. dan Malajczuk N., 1996. Working with
mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR Monograph 32, Canberra,
Australia.
Brundrett
M.C., Abbot L.K. dan Jasper D.A., 1999. Glomalean mycorrhizal fungi from
tropical Australia. Mycorrhiza 9:305-314.
Chan,
SK, Thai, L.H., and Abas, A.G., 1981. Study of cassava response to phosphorus
with and without mycorrhizal inoculation. Malaysian society of soil science. P:
383-393.
Clark,
R.B., 1997. Arbuscular mycorrhizal adaptation, spore germination, root
colonization, and host plant growth and mineral acquisition at low pH. Plant
and Soil 192: 15-22.
Corryanti
dan Rohayati, 1999. Studi efektivitas jenis endomikoriza pada pembibitan jati.
Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I, Bogor p. 154-161.
Corryanti,
Maryadi F. dan Irmawati, 2001. Arbuscular mycorrhizas fungi under teak
Seed
Orchard. Poster presented on the Third International Conference on Mycorrhizas:
Diversity and integration in Mycorrhizas 8-13 July, Adelaide, South Australia..
Hardjodarsono,
1977. Jati. Edisi kedua. Bagian Penerbit Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Harley,
J.L., 1994. The state of the art. In Techniques for Mycorrhizal Research (Eds.
Noris J.R., Read, D.J., Varma, A.K.) . Academic Press London. 1-24
Hawkins,
H., Johansen, A., George, E., 2000. Uptake and transport of organic and
inorganic nitrogen bu arbuscular mycorrhizal fungi. Plant and Soil 226: 275-285
Irianto,
R.S.B. , Santoso, E., Corryanti, R. Prematuri, M. Turjaman, E. Widyati, I.R.
Sitepu, S. Santoso. 2001. Pengaruh penggunaan cendawan mikoriza arbuskula,
pupuk dan media tumbuh terhadap pertumbuhan bibit jati (Tectona grandis L. F.).
Kerjasama penelitian Pusbang SDH Perum Perhutani– Puslitbanghut dan KA. Bogor.
(publikasi terbatas)
Jackson,
M. L., 1967. Soil chemical analysis. Prentice-Hall of India Private Limited.
New Delhi.
Jeffries,
P. dan Dodd, J.C., 1991. The use of mycorrhizal inoculants in forestry and
agriculture. In. Arora, D.K., Rai, B., Mukerji, K.G., Knudsen, G.R. (Eds),
Handbook of applied mycology. Soil and Plants Volume 1. p.155-185.
Jones,
Jr. J. Benton, Benyamin, W, Mills, H.A., 1991. Plant analysis handbook.
Micro-macro Publishing, Inc.
Mason,
p.a., Musoko, M.O., Last, F.T., 1992. Short-term changes in
Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Spore Populations in Terminalia Plantations in
Cameroon. In: Read, D.J., Lewis, D.H., Fitter, A.H., Alexander, I.J.,
Mycorrhizas in ecosystems. C.A.B. International. University Press, Cambridge.
P.:261-267.
Moutoglis,
P, and Widden, P., 1996. Vesicular-arbuscular mycorrhizal spore populations in
sugar maple (Acer saccharum marsh. L) forest. Mycorrhiza 6: 91-97.
Nagahashi,
G., Douds Jr, D.D., Abney, G.D., 1996. Phosphorus amendment inhibits hyphal
branching of the VAM fungus Gigaspora margarita directly and indirectly through
its effect on root exudation. Mycorrhiza 6: 403-408.
O’Keefe,
D.M. dan Sylvia, D.M., 1991. Mechanisms of the vesicular-arbuscular mycorrhizal
plant-growth response. In. Arora, D.K., Rai, B., Mukerji, K.G., Knudsen, G.R.
(Eds), Handbook of applied mycology. Soil and Plants Volume 1. p.35-54.
0 komentar:
Posting Komentar