HAKEKAT
NEGARA
Teori tentang asal mula negara dibuat berdasarkan telaah
atau peristiwa sejarah suatu bangsa, kemudian diambil garis besarnya secara induktif, negara adalah kekuatan serta
ikatan organisasi di dunia, bukan persatuan PBB, ASEAN, dan berbagai kelompok
lain yang dapat lebih mudah untuk bubar.
Untuk negaranya manusia rela berjuang mati-matian, para
olahragawan dan olahragawati berjuang hanya untuk sekedar piala bagi negaranya,
para pahlawan bercucuran darah untuk membela sejengkal tanah airnya, bahkan
masyarakat bersedia berjam-jam diterik matahari hanya untuk suatu pesta
kemenangan negaranya.
Sebaliknya hanya negaralah yang mempunyai wewenang untuk
menindak warganya bila melanggar peraturan negara tersebut, mau ataupun tidak
mau pada khirnya masyarakat rela dipungut pajak dengan paksa, rela untuk
dijatuhi hukuman termasuk hukuman mati sekalipun, rela dikurung dalam penjara.
Demi negara manusia menyerahkan hidup dan kehidupannya sehingga negara menjadi
posisi kedua setelah menghormati Tuhan.
Pada mulanya negara bersifat sangat sederhana,
pemerintahan negara berjalan secara tradisional karena masyarakatnya ikut serta
secara langsung dalam keseluruhan menentukan penyelenggaraan dan kebijaksanaan
negara, hal ini dapat dilakukan karena negara satt itu merupakan hanya sebatas
satu kota dengan jumlah warga yang hanya sedikit, dan kepentingan rakyatpun
belum banyak dan rumit seperti sekarang ini.
Situasi dan kondisi seperti inilah yang banyak ditulis
oleh filosof kenegaraan seperti Plato, buku Plato yang paling terkenal berjudul
Politea yang berarti negara, menurut Plato negara adalah keinginan kerja sama antara manusia dalam rangka
memenuhi kepentingan bersama. Karena keseluruhan inilah kemudian kesatuan
orang-orang yang ada dalam satu negara itu disebut masyarakat, dan hanya masyarakat itulah
penduduk negara ketika itu, setelah kemudian baru dikunjungi oleh orang-orang
dari negara lain untuk berdaganda
bersilaturahmi.
Walaupun demikian dalam kelompok masyarakat yang
bagaimanapun kecilnya, ada kelompok inti yang menjadi elit pemerintahan, yang
berkuasa di satu pihak disebut pemerintah, sedang di pihak lain ada kelompok
yang lebih banyak jumlahnya adalah masyarakat biasa yang diperintah. Karena
walau partisipasi masih mudah dibangkitkan dalam kesibukan manusia sehari-hari
yang masih sederhana tersebut, tetapi seluruhnya masyarakat bersedia
berkecimpung dalam bidang pengaturan dan pengurusan negara.
Sehingga dalam satu negara tersebut mencul kelompol
orang-orang yang kuat pendududknya disatu pihak dan dilain pihak orang-orang
yang lemah kedudukannya, jadi negara selanjutnya menjadi alat bagi sekelompok
masyarakat yang kuatuk untuk melakukan pengamanan dan penertiban. Apabila
kedudukan tersebut dipertahankan untuk waktu yang lama sehingga kemudian
diwariskan kepada anak-anaknya secara turun-temurun maka lahirlah dinasti,
yaitu kelompok orang-orang kuat yang kemudian mendaulat dirinya menjadi kaum
bangsawan yang berdarah biru.
Sebenarnya untuk mengantisipasi dekadensi moral,
pelecahan penindasan, perkosaan
perampokan, pencurian, penipuan lalu negara menjadi penjaga malam.
Tetapi kemudian perlu diantisipasi karena pelakunya yang kemudian disebut
sebagai pemerintah yang berkuasa ini yang mestinya bermoral baik, karena kalau
tidak mereka sendiri yang melakukan dekadensi moral.
Pada tahap selanjutnya pemerintahan negara ini juga harus
melayani masyarakat dalam membantu yang lemah seperti orang tua jumpo, fakir
miskin yatim piatu, anak telantar, masyarakat yang ditimpa bencana alam seperti
banjir dan gempa bumi, ditimpa kemiskinan, penyakit menular dan lain-lain
musibah, yang harus dilayani oleh pemerintah suatu negara.
Orang yang memiliki kekuasaan dan pelayanan inilah yang
dimaksud dengan perlunya keberadaan pemerintah, mereka memang perlu biaya dan mengumpulkannya lewat pajak
dan hasil bumi, untuk kemudian dipergunakan bagi kemakmuran rakyat, mereka
memang beruntung karena menjadi pemimpin, hal ini dibicarakan dalam Kitab Suci
Al Quran yaitu sebagai berikut :
Dan hendaklah ada segolongan elit
pemerintah yang mengajak kepada kebenaran dan melakukan kebaikan, melarang
masyarakatnya melakukan keburukan (dekadensi moral) dan itulah kelompok elit
yang beruntung (Ali Imbran 104).
Kata baik dan kata
benar dipisahkan dalam ayat Quran tersebut di atas, karena memang antara baik
dan benar memiliki perbedaan arti. Artinya kebenaran adalah tugas pemerintah
untuk menertibkan seperti pedagang kaki lima, menjaga persatuan, mempercepat
pembangunan, sedangkan arti kebaikan adalah tugas pemerintah untuk melayani dan
membuat peraturan yang melindungi masyarakat sepanjang sesuai dengan Al Quran
(maksudnya bukan melindungi pelacuran, perjudian, dan dekadensi moral lainnya).
Oleh karena itu pemerintah dalam dalam arti luas, dibagi atas eksekutif dan
legislatif (legislatif sebagai pembuat peraturan dan eksekutif penyelenggara peraturan tersebut).
Yang dimaksud dengan kekuasaan adalah untuk
mengantisipasi dekadensi moral yang bisa saja
dilakukan masyarakat seperti adanya pelecehan seksual kepada anak
dibawah umur, tertariknya seseorang yang
berpenyakit inses (kelainan ketertarikan pada sesama keluarga) tertariknya
seseorang pada sesama jenis (lesbian dan homosex) maka dibuat peraturan untuk
melarangnnya secara aturan keagamaan yang dalam isla memang tidak ada
bedanya antara Al Quran dengan ilmu
pengetahuan baik sosial maupun eksakta) untuk melarang ini perlu kekuatan
kekuasaan, karena tidak menutup kemungkinan pelaku dekadensi moral adalah orang kuat yang mempunyai kekuatan. Inilah yang
disebut dengan hani mungkar, maka itulah sebabnya pemerintah mendirikan
berbagai aparat hukum seperti kejasaan, kepolisian dan kehakiman pengadilan
yang berjiwa keilmuan dan keagamaan. Jadi pemerintah memiliki penggajian resmi maupun secara moril karena mereka
dihormati dan dirindukan oleh masyarakatnya.
Keberadaan legislatif diperlukan karena bila pihak
eksekutif seenaknya melakukan penylewengan karena dirinya mempunyai kekuasaan
tetapi tidak mampu melakukan kewewenang
tersebut secara baik dan benar, maka kemudian diperlukan wakil rakyat
yang diperoleh dari hasil pemilihan umum, maka terbentuklah para wakil rakyat
yang kemudian mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan masyarakat
banyak, dari pada dikemudian hari nanti disesali oleh masyarakat dengan
mengadakan demonstrasi besar-besaran.
Oleh karena itu muncullah dua kekuatan yang saling
berhadapan (Dwi Praja) yaitu di satu pihak legislatif sebagai pihak pengawasan
dari rakyat (karena tidak mungkin seluruh rakyat tumpah ruah ke parlemen), dan
di pihak lain yaitu eksekutif yang menyelenggarakan pemerintahan.
Jadi pemerintah eksekutif adalah yang mengurus, sedangkan
legislatif yang mengatur (karena kemudian peraturanharus dibuat oleh wakil
rakyat ini). Di samping mereka juga harus banyak bicara menyuarakan kepentingan
rakyat, itulah sebabnya legislatif disebut juga sebagai parlemen (parle berarti
bicara, jadi anggota parlemen tidak boleh datang, duduk, diam, duit, karena
diam adalah lawan kata bicara, sedangkan diam adalah tidak berbicara sedikitpun).
Untuk tidak timbulnya perpecahan karena dampak demokrasi
munculnya perbedaan pendapat yang tajam, karena melihat manusia berbeda
rasa,sehingga melahirkanseparatisme maka lahirlah keseimbangannya yaitu
nasionalisme, dalam nasionalisme muncul rasa persatuan dan kesatuan bangsa,
hanya saja eksesnya sudah barang tentu ketiranian,
0 komentar:
Posting Komentar