21 November, 2015

Makalah pengaruh inokulasi jamur mikoriza arbuskula asal tanah hutan tanaman jati terhadap pertumbuhan bibit jati


ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inokulasi jamur mikoriza arbuskula asal tanah hutan tanaman jati terhadap pertumbuhan bibit jati dikaitkan dengan perkembangan mikoriza arbuskula. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor inokulan tiga taraf dan 10 ulangan, yaitu kontrol (tanpa inokulasi), diinokulasi dengan spora Gigaspora sp dan Glomus sp. Spora hasil isolasi berasal dari tanah hutan tanaman jati di Tangen, Surakarta. Medium pertanaman adalah campuran tanah asal lapangan dan pasir pada rasio 1:1 (v/v) yang disterilkan.
 DOWNLOAD VERSI MICROSOFT WORD : KLIK DI SINI




Pemupukan dilakukan dengan menambahkan pupuk majemuk NPK sebanyak 0,0625 g per bibit yang dicampurkan ke dalam medium. Pengamatan dilakukan selama lima bulan. Data dianalisis dengan metode Analisis Sidik Ragam dan selanjutnya dilakukan uji jarak berganda Duncan untuk menentukan besarnya perbedaan antar perlakuan pada taraf signifikan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi spora jamur mikoriza arbuskula meningkatkan pertumbuhan bibit jati, dengan inokulasi Gigaspora sp menghasilkan pertumbuhan tertinggi. Kadar N, P, K dan Ca meningkat dengan inokulasi spora jamur mikoriza arbuskula, baik Gigaspora sp maupun Glomus sp.
 Pertumbuhan bibit jati yang meningkat diikuti dengan peningkatan persentase infeksi dan sporulasi jamur mikoriza arbuskula yang besar, dan peningkatan tertinggi terjadi pada bibit yang diinokulasi Gigaspora sp. Hasil-hasil ini menunjukkan  bahwa pada tanah hutan tanaman jati di Tangen bertipe grumusol, pemupukan NPK nisbi rendah (0,0625 g NPK per bibit) dan inokulasi spora jamur mikoriza arbuskula memperbaiki pertumbuhan, meningkatkan kadar hara serta memperbaiki perkembangan asosiasi mikoriza pada bibit jati. Kata kunci : jati, Gigaspora sp, Glomus sp, pertumbuhan bibit, asosiasi mikoriza.


I.                   LATAR BELAKANG

Mikoriza arbuskula merupakan suatu struktur asosiasi antara fungi akar dengan tanaman tingkat tinggi, yang terbentuk pada tidak kurang dari 90 % tumbuhan berklorofil (Fitter dan Merryweather, 1992; Brundrett et al., 1996; Thorn, 1997; Rajan et al., 2000). Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan satu di antara tanaman tingkat tinggi yang berasosiasi dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA), baik di lapangan maupun di lingkungan persemaian (Hardjodarsono, 1977; Ali et al., 1995; Corryanti et al., 2001).
 Dari beberapa penelitian terdahulu dilaporkan bahwa terbentuknya asosiasi mikoriza arbuskula pada jati berpengaruh meningkatkan pertumbuhan bibit dan kadar hara-hara makro seperti N dan P (Corryanti dan Rohayati, 1999; Irianto et al., 2001; Suraya, 2002) serta hara-hara mikro seperti Cu dan Zn (Rajan et al., 2000). Pengamatan tentang FMA asal tanah hutan tanaman jati dan pengaruh asosiasinya terhadap pertumbuhan jati belum banyak diamati secara mendalam.
 Asosiasi mikoriza yang terjadi secara alamiah berbeda antar satu ekosistem dengan ekosistem lainnya dan asosiasi akan efektif pada kondisi perakaran dan lingkungan yang paling sesuai (Jeffries & Dodd, 1991; Bagyaraj, 1994; Moutoglis et al., 1996).  Oleh karena itu efektivitas asosiasi mikoriza pada tanaman inang bervariasi antar spesies, varietas (Jeffries dan Dodd, 1991; Bagyaraj, 1994; Rajan et al., 2000), bahkan antar ekosistem (Tommerup, 1994). Perbedaan ini terjadi karena dipengaruhi oleh interaksi antara tanaman inang, FMA dan sifat-sifat kimia serta fisika tanah sebagai lingkungan tumbuh (Moutoglis et al., 1996; Rajan et al., 2000; van Der Heijden et al., 2001). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inokulasi spora FMA asal tanah hutan tanaman jati terhadap pertumbuhan bibit jati dikaitkan dengan perkembangan mikoriza arbuskula.

II.                BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di lokasi pembibitan dan berlangsung selama tujuh bulan, yakni dari Nopember 2005 – Mei 2006. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Faktor yang diuji terdiri dari tiga taraf, yakni tanpa inokulasi, diinokulasi spora Gigaspora sp dan diinokulasi spora Glomus sp, yang masing-masing diulang sepuluh kali. Tanah contoh diambil dari lapis olah di sekitar tanaman jati di hutan tanaman jati, BKPH Tangen, KPH Surakarta, Perum Perhutani.
 Tanah tersebut masuk ke dalam tipe tanah grumusol, dengan sifat kimia yaitu pH 7,6, kandungan karbon 1,8%, N total 0,2%, P tersedia 11,9 ppm, K tertukarkan 0,5 me/100g, Ca tertukarkan 6,9 me/100g, magnesium tertukarkan 0,9 me/100g, kapasias pertukaran kation 30,8 me/100g, kandungan bahan organik 3,2 % dengan fisik tanah bertekstur lempung. Medium pertanaman terdiri atas campuran tanah contoh dan pasir pada 1:1 (v/v), yang disterilisasi dengan menghembuskan fungisida berbahan aktif benomyl 50 % dan diinkubasi selama seminggu sebelum digunakan.
Bibit jati berasal dari perkecambahan benih asal Kebun Benih Klon Jati, Padangan. Akar bibit jati yang siap disapih terlebih dahulu direndam dalam HClO4 2% selama sepuluh detik, kemudian dibilas dengan akuades yang diulang tiga kali. Pemberian pupuk dilakukan dengan menambahkan NPK (15:15:15) sebanyak 0,0625 g per bibit (takaran pupuk berdasarkan hasil penelitian pendahuluan) dan diberikan selama dua kali selama masa percobaan, yaitu satu dan dua bulan setelah penyapihan. Spora berasal dari hasil isolasi melalui kegiatan pemerangkapan spora (trapping) fungi mikoriza.
Tipe FMA hasil isolasi yang digunakan adalah Gigaspora sp dan Glomus sp. Inokulasi dilakukan terhadap bibit jati, yaitu sebanyak 30 spora Gigaspora sp (Bierman dan Lindermann, 1983; Tawaraya et al., 1998) atau 50 spora Glomus sp (Fakuara, 1988) untuk setiap bibit percobaan. Sebelum diinokulasikan, spora disterilisasi dengan HCLO4 0,2 % selama sepuluh detik, kemudian dibilas dengan akuades. Pemeliharan bibit meliputi penyiraman medium pertumbuhan sesuai kapasitas lapangan. Untuk menghindari evaporasi yang berlebihan dan berkembangnya organisme yang tidak dikehendaki, pot ditutupi dengan kertas aluminium (aluminium foil) yang diberi lubang agar tetap terjaga aliran pertukaran udara. Pengacakan letak pot dalam rak percobaan dilakukan seminggu sekali.
 Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan fungisida bila diperlukan. Pengukuran. Pertumbuhan bibit meliputi tinggi, diameter serta bobot kering bibit diukur secara periodik, yakni sekali dalam dua minggu selama masa percobaan lima bulan. Hara yang dianalisis dalam jarigan tanaman, yaitu N, P K dan Ca melalui proses destruksi basah, dan selanjutnya kadar hara dianalisis berdasarkan metode Kjeldhal (1985 cit. Jones et al., 1991) untuk N, analisis kolorimetrik dengan metode vanado molybdate yellow untuk P, dan atomic absorption spectrofotometry untuk penetapan K dan Ca (Jackson, 1967). Konsentrasi hara dinyatakan atas dasar bobot kering tanaman dan kadar hara adalah hasil perkalian bobot kering dengan konsentrasi hara (Tan, 1995).
Perkembangan asosiasi mikoriza arbuskula meliputi persentase infeksi dalam akar bibit dan perkembangan spora. Pengukuran persentase infeksi akar mengikuti metode pewarnaan Kormanik dan McGraw (Brundrett et al. 1996). Akar-akar lateral seberat 2 gram berat segar dan sebanyak 3 ulangan dibersihkan dan direndam dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan semalam. Selanjutnya akar dibilas beberapa kali dengan akuades hingga bersih dari larutan KOH, direndam dalam larutan HCl 2% selama 30 menit, lalu dilakukan kegiatan pewarnaan dengan menambahkan tryphan blue 0,05 % dalam larutan asam laktogliserol secukupnya (1:1:1 masing-masing untuk asam laktat, gliserol dan air) hingga akar terendam. Sebelum akar diamati, dilakukan destaining dengan larutan gliserin 50%. Infeksi akar diamati dengan bantuan kotak bergaris (gridline intersect) yang dilekatkan pada dasar cawan petri (Brundrett et al., 1996). Persentase infeksi adalah jumlah akar yang terinfeksi, yang dilihat dari banyaknya garis perpotongan pada penunjuk kotak bergaris dibandingkan dengan seluruh akar yang diamati. Pengamatan dilakukan setiap empat minggu. Perkembangan spora diukur pada setiap empat minggu, dengan mengambil tanah contoh sebanyak 100 g. Tanah contoh disaring melalui saringan bertingkat. Hasil saringan yang diamati adalah materi yang tertahan di saringan berukuran 200 dan 300 mesh
. Jumlah spora dihitung dengan bantuan penghitung dan mikroskop monokuler (Tommerup, 1994). Analisis statistik. Data percobaan dianalisis dengan Analisis Ragam dengan uji F terhadap peubah yang diamati. Jika terdapat pengaruh yang signifikan, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan untuk mengetahui besarnya perbedaan rata-rata antar perlakuan.

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Pertumbuhan bibit jati

Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan bibit jati meningkat dengan inokulasi spora FMA Gigaspora sp dibandingkan kontrol, masing-masing untuk tinggi dan diameter mencapai 21,4 % dan 12,0 %. Pada bibit jati yang diinokulasi spora Glomus sp tidak terjadi peningkatan tinggi bibit, bahkan untuk pertumbuhan diameter inokulasi ini menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan kontrol (Gambar 1a, b). Bobot kering bibit jati menunjukkan bahwa dengan inokulasi spora FMA terjadi peningkatan sebesar 4,2-39,2 % dan 30,4-48,7 %, berturut-turut untuk bobot kering total dan bobot kering akar. Lebih lanjut, peningkatan bobot kering terbesar terjadi pada bibit jati yang diinokulasi dengan spora Gigaspora sp (Gambar 1c). Perbedaan pertumbuhan bibit jati dengan inokulasi tipe FMA yang berbeda, dilaporkan juga oleh Rajan et al. (2000), yaitu dengan inokulasi beberapa isolat FMA. Perbedaan ini pada perkembangan lanjut akan memengaruhi efektivitas asosiasi mikoriza arbuskula pada tanaman inangnya (Setiadi, 1999; van der Heijden & Kuyper, 2001). Perbedaan yang signifikan antar perlakuan terjadi pada parameter tinggi bibit, yaitu atas inokulasi Gigaspora sp dibanding kontrol, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan pada parameter diameter.
 Namun demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inokulasi spora FMA menghasilkan pertumbuhan bibit yang nisbi lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan takaran pemupukan 0,0625 g NPK per bibit yang diberikan ke dalam medium pertanaman tanah grumusol asal Tangen disertai inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan bibit. Inokulasi dengan Gigaspora sp yang menghasilkan respon yang lebih besar dibandingkan Glomus sp, diduga karena perbedaan fungsi dan mekanisme asosiasi fungi mikoriza dalam memengaruhi pertumbuhan inang (Harley, 1994). Hal ini diduga terjadi karena adanya interaksi di antara faktorfaktor yang menentukan, seperti karakteristik tanaman inang, sifat fisika dan kimia tanah dan karakteristik FMA itu sendiri (Tommerup, 1994).
 Pengamatan mekanisme asosiasi kedua tipe FMA ini pada tanaman inang belum banyak diketahui (O’Kefee & Sylvia, 1991; Nagahashi et al., 1994) Sejalan dengan perubahan tinggi dan diameter, bobot kering tanaman meningkat paling besar pada bibit jati yang diinokulasi FMA Gigaspora sp. Sebaliknya, dengan inokulasi Glomus sp bobot kering bibit tidak menunjukkan kesesuaian inokulan dengan tanaman inang sehingga memengaruhi pertambahan bobot kering. Peningkatan
yang signifikan dalam bobot kering total nisbi terhadap kontrol terjadi pada bibit jati yang diinokulasi Gigaspora sp, dan ini mengindikasikan bahwa inokulasi dengan tipe inokulan tersebut dapat meningkatkan bobot total bibit jati. Sebaliknya, pada bibit jati dengan bobot kering rendah, yaitu pada bibit yang diinokulasi Glomus sp, peningkatan yang signifikan hanya terjadi pada bobot kering akar.
Hasil ini dapat disimpulkan bahwa inokulasi dengan spora Glomus sp kurang memberikan peningkatan pertumbuhan bagian pucuk bibit jati, tetapi sebaliknya meningkatkan pertumbuhan bagian akar. Antar inokulan tipe FMA dengan demikian memiliki peran dan karakteristik yang spesifik terhadap asosiasi mikoriza yang terbentuk, yang hal ini tampak dari hasil bobot kering bibit yang lebih besar dibandingkan kontrol.

B. Kadar hara pada bibit jati

Pemberian inokulan spora FMA menghasilkan peningkatan kadar hara-hara makro dalam bibit jati. Dengan inokulasi spora Gigaspora sp, kadar hara N, P, K dan Ca meningkat berturut-turut sebesar 76,5 %, 200 %, 29,7 % dan 125 % dibandingkan kontrol, sedang inokulasi spora Glomus sp menghasilkan peningkatan berturut-turut sebesar 152,9 %, 200 %, 24,3 % dan 59,1 %. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap tipe inokulan menghasilkan respon yang berbeda dalam kadar hara makro pada bibit jati, dan antar hara makro menunjukkan peningkatan yang bervariasi satu dengan lainnya.
Peningkatan kadar hara N tertinggi terjadi dengan inokulasi spora Glomus sp; kadar hara P nisbi sama pada inokulasi kedua inokulan, sedangkan kadar K dan Ca lebih tinggi pada inokulasi Gigaspora sp (Gambar 2). Perbedaan mekanisme fungsi asosiasi antar FMA di dalam tanaman inang (Tommerup, 1994) menghasilkan respon kadar hara pada tanaman inang yang berbeda. Peningkatan kadar hara utama dalam penelitian ini membuktikan bahwa dalam tingkat pemupukan NPK 0,0625 g per bibit dengan pemberian inokulan akan meningkatkan kadar hara makro N, P, K dan Ca. Kadar hara P menunjukkan nilai yang paling rendah dibandingkan kadar hara lainnya, namun demikian peningkatannya paling besar di antara hara lainnya. Ini membuktikan keterlibatan FMA dalam menyerap hara P. Dalam penelitian yang sejalan dilaporkan, bahwa pada tanaman yang diinokulasi dengan spora Gigaspora yang diketahui jumlahnya dijumpai kandungan P, K, Mg dan Cu yang tinggi, tetapi rendah untuk kandungan Ca (Chan et al., 1981).
 Inokulasi Glomus sp menunjukkan tanggapan kadar hara N lebih besar dibandingkan inokulasi Gigaspora sp. Kadar P, K dan Ca pada bibit jati meningkat sebanding antara yang diinokulasi Gigaspora sp dengan yang diinokulasi Glomus sp. Perbedaan tipe inokulan yang berbeda memiliki fungsi dan reaksi yang berbeda dalam lingkungannya, termasuk saat FMA
menginfeksi dan berasosiasi dengan akar tanaman (Mason et al., 1992; Tommerup, 1994), dan mekanisme tentang penyerapan hara oleh masing-masing tipe FMA masih belum banyak diketahui (Hawkins et al, 2000).

C. Persentase infeksi akar

Hasil pengamatan antar bibit jati yang diinokulasi Gigaspora sp dengan Glomus sp menunjukkan pola tanggapan infeksi akar yang berbeda. Pada usia bibit jati 1,5 bulan infeksi akar pada yang diinokulasi Glomus sp baru mencapai 10 %, sementara belum terlihat pada bibit yang diinokulasi Gigaspora sp. Selanjutnya, pada bibit jati berusia 2,5 bulan respon infeksi kedua inokulan mulai terlihat responsivitasnya dan meningkat dengan bertambahnya umur bibit (Gambar 3a).
Infeksi akar tertinggi terlihat pada bibit jati yang diinokulasi Gigaspora sp, yang mencapai hingga 78,12 % dan lebih tinggi dari yang diinokulasi Glomus sp, yang mencapai hingga 54,02 %. Persentase infeksi inokulasi Gigaspora sp menunjukkan pergerakan meningkat dengan makin bertambah usia bibit jati, sebaliknya terjadi pergerakan infeksi akar yang nisbi lebih rendah yang diinokulasi Glomus sp. Pemupukan takaran yang nisbi rendah dalam penelitian ini sebagaimana dapat menggiatkan berkembangnya infeksi dalam perakaran bibit tanaman inang (Clark, 1997; Sylvia, 2005). Di samping itu, infeksi akar pada tanaman juga dipengaruhi langsung dan tidak langsung oleh faktor-faktor lingkungan yang selalu dinamis, sehingga memengaruhi kecepatan infeksi (Moutoglis et al., 1996; van der Heijden et al., 2001).
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan terjadinya tanggapan perkembangan asosiasi mikoriza atas kondisi lingkungan yang memengaruhinya, yaitu: a) perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi di dalam akar sehingga menentukan perkembangan fungi; b) adanya perubahan kuantitatif dan kualitatif eksudat akar yang memengaruhi perkembangan miselium ekstra; c) aliran karbon dari inang ke fungi akan menentukan perkembangan miselium dan spora fungi (Nagahashi et al., 1996).
Sporulasi spora. Pengamatan sporulasi dalam zona rizosfer bibit jati mulai terlihat setelah bibit berumur 1,5 bulan. Sporulasi dalam 100 g tanah menunjukkan inokulasi Gigaspora sp menghasilkan spora dalam kisaran 47- 159 spora dalam 100 g tanah, sedang inokulasi Glomus sp dalam kisaran 47-53 spora dalam 100 g tanah. Perkembangan sporulasi inokulasi Glomus sp menunjukkan pola perkembangan yang nisbi mendatar (stagnasi) dibandingkan inokulasi Gigaspora sp yang cenderung meningkat (Gambar 3b).
Dengan pola yang berbeda ini menunjukkan respon sporulasi antar tipe FMA memiliki ciri masing-masing. Abbot et al. (1992) dan Brundrett et al. (1999) mengungkapkan spora Glomus sp, dalam berbagai situasi lingkungan sering tidak berkembang dengan baik dibanding komponen-komponen siklus hidupfungi lainnya, seperti hifa dan propagul lainnya, sementara Scutellospora sp, Gigaspora sp, atau Acaulospora sp, sporasporanya banyak dijumpai pada berbagai tipe tanah. Untuk itu tanah hutan tanaman jati di Tangen perolehan spora Glomus sp dalam tanah tampak jauh lebih sedikit dibandingkan perolehan spora Gigaspora sp. Pemberian pupuk NPK dengan takaran 0,0625 g per bibit menghasilkan sporulasi yang meningkat tajam, yaitu mencapai 47 spora dalam 100 g tanah pada usia bibit mencapai 1,5 bulan. Perkembangan lebih lanjut sporulasi pada takaran ini menunjukkan Gigaspora sp menghasilkan sporulasi yang tinggi dan pada akhir pengamatan mencapai 159 spora per 100 g tanah, sementara Glomus sp mencapai 53 spora per 100 g tanah. Dalam Mason et al. (1992) dan Clark (1997) disebutkan spora fungi mikoriza akan meningkat laju pertumbuhannya pada takaran pemupukan yang menggiatkan terbentuknya spora. Penelitian ini menunjukkan takaran pemupukan yang rendah mencukupi kebutuhan hara pertumbuhan bibit jati, sementara perkembangan FMA merespon positip dilihat dari sporulasi dan infeksi akar. Hasil ini membuktikan setiap tipe FMA akan menanggapi lingkungan dengan perbedaan kuantitas sporulasi. Diduga sifat-sifat kimia fisika tanah medium dan praktik pengelolaan tanah memengaruhi kelangsungan berkembangnya spora Glomus sp yang nisbi terhambat.

IV.             KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.    Inokulasi spora FMA di tanah grumusol asal hutan tanaman jati Tangen meningkatkan pertumbuhan bibit jati. Inokulasi dengan spora Gigaspora sp menghasilkan pertumbuhan tertinggi, berturut-turut pertumbuhan tinggi, diameter dan bobot kering yaitu 21,4 %, 12 % dan 39,2 % dibandingkan kontrol.
2.      Kadar hara makro N, P, K dan Ca meningkat dengan inokulasi spora FMA, Gigaspora sp dan Glomus sp, berturut-turut meningkat berturut-turut sebesar 76,47-152,94 %, 200 %, 24,32-29,73- % dan 59,09-125 % dibandingkan kontrol.
3.      Pertumbuhan yang meningkat diikuti dengan meningkatnya persentase infeksi dan sporulasi FMA yang lebih besar, dan peningkatan terbesar terjadi pada bibit jati yang diinokulasi Gigaspora sp, mencapai 78,12%.

4.  Di tanah hutan tanaman jati di Tangen bertipe grumusol dengan pemupukan NPK 0,0625 g per bibit dengan inokulasi spora FMA dapat memperbaiki pertumbuhan, kadar hara makro serta memperbaiki perkembangan asosiasi mikoriza bibit jati dibandingkan tanpa diberi inokulan spora FMA.

B. Saran
Penelitian lebih jauh tentang masing-masing fungsi tipe FMA terhadap pertumbuhan bibit jati masih diperlukan dalam kaitan pemanfaatan FMA di bidang pembibitan jati.

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, L.K., Robson, A.D., Jasper, D.A., Gazey, C., 1992. What is the role of VA-mycorrhizal hyphae in soil? In.: Read, D.J., Lewis, D.H., Fitter, A.H., Alexander, I.J. (Eds) Mycorrhizas n ecosystem. International. University Press, Cambridge. CAB. p.:26-36.

 Ali, S.S., Gupta, N. dan Rahangdale, R., 1995. Ecology of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi in tropical forest of central India. In. Biology and biotechnology of mycorhizae. Biotrop special publication No. 56,SEAMEO BIOTROP, Bogor. p. 49-53.

Fitter, A. H. dan Merry-Weather J. W., 1992 Why are some plants more mycorrhizal than others? An ecological enquiry. In. D J Read, D H Lewis, A H Fitter, I J Alexander (eds) Mycorrhizas in Ecosystems. CAB International, pp: 26-36.

Bagyaraj, 1994. Handbook of applied mycology: Ecology of VAM. Marcel Decker, Inc New York. p. 1-34.

Brundrett M., Bougher N., Dell B, Grove T. dan Malajczuk N., 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR Monograph 32, Canberra, Australia.

Brundrett M.C., Abbot L.K. dan Jasper D.A., 1999. Glomalean mycorrhizal fungi from tropical Australia. Mycorrhiza 9:305-314.

Chan, SK, Thai, L.H., and Abas, A.G., 1981. Study of cassava response to phosphorus with and without mycorrhizal inoculation. Malaysian society of soil science. P: 383-393.

Clark, R.B., 1997. Arbuscular mycorrhizal adaptation, spore germination, root colonization, and host plant growth and mineral acquisition at low pH. Plant and Soil 192: 15-22.

Corryanti dan Rohayati, 1999. Studi efektivitas jenis endomikoriza pada pembibitan jati. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I, Bogor p. 154-161.

Corryanti, Maryadi F. dan Irmawati, 2001. Arbuscular mycorrhizas fungi under teak
Seed Orchard. Poster presented on the Third International Conference on Mycorrhizas: Diversity and integration in Mycorrhizas 8-13 July, Adelaide, South Australia..

Hardjodarsono, 1977. Jati. Edisi kedua. Bagian Penerbit Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Harley, J.L., 1994. The state of the art. In Techniques for Mycorrhizal Research (Eds. Noris J.R., Read, D.J., Varma, A.K.) . Academic Press London. 1-24

Hawkins, H., Johansen, A., George, E., 2000. Uptake and transport of organic and inorganic nitrogen bu arbuscular mycorrhizal fungi. Plant and Soil 226: 275-285

Irianto, R.S.B. , Santoso, E., Corryanti, R. Prematuri, M. Turjaman, E. Widyati, I.R. Sitepu, S. Santoso. 2001. Pengaruh penggunaan cendawan mikoriza arbuskula, pupuk dan media tumbuh terhadap pertumbuhan bibit jati (Tectona grandis L. F.). Kerjasama penelitian Pusbang SDH Perum Perhutani– Puslitbanghut dan KA. Bogor. (publikasi terbatas)

Jackson, M. L., 1967. Soil chemical analysis. Prentice-Hall of India Private Limited. New Delhi.

Jeffries, P. dan Dodd, J.C., 1991. The use of mycorrhizal inoculants in forestry and agriculture. In. Arora, D.K., Rai, B., Mukerji, K.G., Knudsen, G.R. (Eds), Handbook of applied mycology. Soil and Plants Volume 1. p.155-185.

Jones, Jr. J. Benton, Benyamin, W, Mills, H.A., 1991. Plant analysis handbook. Micro-macro Publishing, Inc.
Mason, p.a., Musoko, M.O., Last, F.T., 1992. Short-term changes in Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Spore Populations in Terminalia Plantations in Cameroon. In: Read, D.J., Lewis, D.H., Fitter, A.H., Alexander, I.J., Mycorrhizas in ecosystems. C.A.B. International. University Press, Cambridge. P.:261-267.

Moutoglis, P, and Widden, P., 1996. Vesicular-arbuscular mycorrhizal spore populations in sugar maple (Acer saccharum marsh. L) forest. Mycorrhiza 6: 91-97.

Nagahashi, G., Douds Jr, D.D., Abney, G.D., 1996. Phosphorus amendment inhibits hyphal branching of the VAM fungus Gigaspora margarita directly and indirectly through its effect on root exudation. Mycorrhiza 6: 403-408.

O’Keefe, D.M. dan Sylvia, D.M., 1991. Mechanisms of the vesicular-arbuscular mycorrhizal plant-growth response. In. Arora, D.K., Rai, B., Mukerji, K.G., Knudsen, G.R. (Eds), Handbook of applied mycology. Soil and Plants Volume 1. p.35-54.
Lokasi:INDONESIA Indonesia

0 komentar:

luvne.com tipscantiknya.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com