27 November, 2015

MAKALAH ALIRAN ALIRAN MODERN FILSAFAT PENDIDIKAN "FILSAFAT PENDIDIKAN"



A.           Pendahuluan
Tradisi pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma bagi pengembangan budaya Barat dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam di semua segi dari seluruh lini kehidupan. Memahami tradisi pemikiran Barat sebagaimana tercermin dalam pandangan filsafatnya merupakan kearifan tersendiri, karena kita akan dapat melacak segi-segi positifnya yang layak kita tiru dan menemukan sisi-sisi negatifnya untuk tidak kita ulangi.

 DOWNLOAD VERSI MICROSOFT WORD DI SINI : http://adf.ly/1SnDWe

Ditinjau dari sudut sejarah, filsafat Barat memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini didasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu itu. Pertama, adalah zaman Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani kuno adalah ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut kosmosentris. Kedua, adalah zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini di sebut teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani, akibatnya perkembangan alam pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama, sehingga pemikiran filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran filsafat sebenarnya. Ketiga, adalah zaman Abad Modern, para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat Barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri.
Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut. Keempat, adalah Abad Kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris, artinya teks menjadi tema sentral diskursus filsafat.
Di dalam kehidupan praktis sehari-hari, manusia bergerak di dalam dunia yang telah diselubungi dengan penafsiran-penafsiran dan kategori-kategori ilmu pengetahuan dan filsafat. Penafsiran-penafsiran itu seringkali diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi-situasi kehidupan dan kebiasaan-kebiasaan, sehingga ia telah melupakan dunia apa adanya, dunia kehidupan yang murni, tempat berpijaknya segala bentuk penafsiran.
Ajaran positivismee timbul pada abad 19 dan termasuk jenis filsafat abad modern. Kelahirannya hampir bersamaan dengan empirisme. Kesamaan diantara keduanya antara lain bahwa keduanya mengutamakan pengalaman. Perbedaannya, positivismee hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman yang objektif, sedangkan empirisme menerima juga pengalaman-pengalaman batiniah atau pengalaman yang subjektif. Salah satu Tokoh terpenting dari aliran positivismee adalah August Comte (1798-1857). Auguste Comte lahir di Montpellier, Perancis pada 19 Januari 1798.
Dominasi paradigma positivismee selama bertahun-tahun terhadap dunia keilmuwan, tidak hanya dalam ilmu-ilmu alam tetapi juga pada ilmu-ilmu sosial bahkan ilmu humanities, telah mengakibatkan krisis ilmu pengetahuan. Persoalannya bukan penerapan pola pikir positivistis terhadap ilmu-ilmu alam, karena hal itu memang sesuai, melainkan positivismee dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu masyarakat dan manusia sebagai makhluk historis.
Empirisme adalah merupakan paham yang mencoba memaparkan dan menjelaskan bahwa, sumber pengetahuan manusia itu adalah pengalaman.



B.            Empirisme

1.        Pengertian Empirisme
Aliran empirisme berasal dari kata yunani empeiria yang berarti “pengalaman inderawi”. Empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan dan yang di maksudkan degannya baik pengalaman lahiria yang menyangkut dunia maupun pengalaman batinia yang menyangkut prribadi manusia saja.
Tidak mengherankan bila rasionalisme dan empirisme masing-masing mempunyai pendirian yang sangat berlainan tentang sifat pengenalan manusiawi. Rasionlisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur saja. Sebaliknya, empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, sehingga pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Seperti kita lihat pada rasionalisme di daratan Eropa, pada empirisme Inggrispun masalah subtansi ramai di bicarakan.
Paham ini di plopori oleh Francois Bacon. Bacon telah memberi pandangan baru yang cukup berarti bagi dunia ilmu dan kehidupan manusia. Tugas yang sebenarnya dari ilmu pengetahuan adalah mengusahakan penemuan-penemuan yang meningkatkan kemakmuran dan hidup yang enak. Hingga kini penemuan-penemuan yang ada terjadi karena kebetulan saja. Mulai sekarang penemuan-penemuan harus di lakukan karena tugas dan secara metodis. Agar supaya tugas itu dapat di laksanakan, perlukan:
a)         Bahwa alam di wawancarai
b)        Bahwa orang bekerja menurut suatu metode yang benar
c)         Bahwa orang bersikap pasif terhadap bahan-bahan yang di sajikan alam
Artinya, orang harus menghindarkan diri dari mengemukakan prasangka-prasangka terlebih dahulu. Hal ini di pandang perlu guna mencegahtimbulnya gambaran-gambaran yang keliru.
Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat dijamin.
Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita mengatakan kepada dia bahwa seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menjelaskan bagaimana kita dapat sampai kepada kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan bahwa kita melihat harimau tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal tersebut jika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, dengan jalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.
David Hume adalah tokoh filsafat barat yang mengembangkan filsafat empirisisme Locke dan Berkley secara konsekuen. Menurut David Hume, Manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengatamatan. David Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih member keyakinan di banding kesimpulan logika atau kemestian sebab akibat.
2.        Sejarah Perkembangan Empirisme
Asal muasal timbulnya aliran ini bermula dari penolakan mereka atas dominasi logika Cartesian di daratan Eropa saat itu. Di samping itu, gelora Renaissance di daratan Eropa menginspirasi Dataran Britania Raya sampai ada istilah sendiri yaitu Enlightment. Beberapa tokoh yang cukup dikenal antara lain John Locke, David Hume, dan George Berkeley, Francis Bacon.
Bagi John Locke, berpikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila dibandingkan dengan pengalaman indera dalam pengembangan pengetahuan. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa semua fenomena dari pikiran kita yang disebut ide berasal dari pengamatan atau refleksi. Inilah tesis dasar dari empirisme. Dengan tesis inilah, Locke mempergunakannya sebagai titik tolak dalam ia menjelaskan perkembangan pikiran manusia.
Selain John Locke, Bacon juga berkesimpulan bahwa penalaran hanya berupa putusan-putusan yang terdiri dari kata-kata yang menyatakan pengertian tertentu. Sehingga bilamana pengertian itu kurang jelas maka hanyalah dihasilkan suatu abstraksi yang tidak mungkin bagi kita untuk membangun pengetahuan di atasnya. Bacon beranggapan bahwa untuk mendapatkan kebenaran maka akal budi bertitik pangkal pada pengamatan inderawi yang khusus lalu berkembang kepada kesimpulan umum. Pemikiran Bacon yang demikian ini, kemudian melahirkan metode berpikir induksi. Dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.  Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas.
Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, "aku" tidak lain hanyalah "a bundle or collection of perceptions (kesadaran tertentu)".
Kausalitas.  Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman.  Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat.  Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari "probable" (berpeluang) sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita.  Hukum alam adalah hukum alam.  Jika kita bicara tentang "hukum alam" atau "sebab-akibat", sebenarnya kita membicarakan apa yang kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja.
3.        Tokoh-tokoh Empirisme dan Pemikirannya
a)        Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes adalah anak seorang pedeta, minatnya dari semula terarahkan kepada kesusastraan dan filsafat. Ia seorang filosuf Inggris, memahami manusia secara mekanik semata. Cita-citanya untuk mengembangkan suatu filsafat atau teori negara yang dapat membantu untuk menyusun masyarkat dalam keadaan damai dan adil.
Thomas Hobbes menggap bahwa pengalaman inderawi sebagai pemulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan (kalkus), yaitu penggabungan data-data inderawi yang sama, dengan cara yang berlainan. Dunia dan manusia sebagai objek pengenalan merupakan sistem materi dan merupakan sebagai objek pengenalan merupakan sistem materi dan merupakan suatu proses yang berlangsung dengan tiada henti-hentinya atas dasar hukum-hukum mekanisme. Atas pandangan ini, ajaean Hobbes sistem materialistis pertama dalam sejarah filasafat modern.
Materialisme yang dianut Thomas Hobbes mensinyalir bahwa segala sesuatu yang ada bersifat bendawi yakni segala kejadian adalah gerak yang berlangsung karena keharusan dan realitas tidak bergantung pada gagasan kita, terhisap di dalam gerak itu. Sebagai penganut empirisme, ia beranggapan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan.
Pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas segala pengamatan yang disimpan di dalam ingatan dan dibagungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa yang lampau. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan kepada otak kemudian diteruskan ke jantung. Di dalam jantung timbullah suatu reaksi, suatu gerak yang berlawanan. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi. Sasaran yang diamati adalah sifat-sifat inderawi. Penginderaan disebabkan karena tekanan obyek atau sasaran kualitas dalam obyek-obyek yang sesuai dengan penginderaan kita bergerak menekan indera kita. Warna yang kita lihat, suara yang kita dengar bukan benda di dalam obyek melainkan di dalam subyeknya. Sifat-sifat inderawi tidak memberi gambaran tentang sebab yang menimbulkan penginderaan. Ingatan, rasa senang dan tidak senang dan segala gejala jiwani bersandar semata-mata pada aosiasi gambaran-gambaran yang murni bersifat mekanis.
b)        Jhon Locke (1632-1704)
John Locke adalah filosof Inggris, lahir tahun 1632 di Wrington, Somersetshire. Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652 ia memasuki Universitas Oxford mempelajari agama Kristen, namun ia juga mempelajari pengetahuan di luar tugas pokoknya. Lock menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia, sampai kemanakah ia dapat mencapai kebenaran dan bagaimanakah mencapainya itu. Ia mempergunakan istilah sensation dan reflection dalam upaya mencari kebenaran atas pengetahuan.
Reflection itu pengenalan intuitif serta memberi pengetahuan apakah kepada manusia lebih baik lebih penuh dari pada sensation. Sansation merupakan suatu yang memiliki hubungan dengan dunia luar tetapi tak dapat meraihnya dan tak dapat mengerti sesungguhnya. Tetapi tanpa sensations manusia tak dapat juga suatu pengetahuan
Tiap-tiap pengetahuan itu terjadi dari kerja sama antara sensation dan reflections. Tetapi haruslah ia mulai dengan sensation sebab jiwa manusia itu waktu dilahirkan merupakan yang putih bersih; tabula rasa, tak ada bekal dari siapa pun yang merupakan ide innatae.
Seluruh pengetahuan kita peroleh dengan jalan menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari pengindraan dan refleksi. Akal manusia hanya merupakan tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil penginderaan kita. Menurut Locke kita tidak melihat pohon atau orang atau mendengar bunyi sangkakala melainkan kita melihat kesan inderawi pada retina yang disebabkan oleh apa yang kita lihat sebagai pohon. Kita mendengarkan reaksi selaput kuping terhadap getaran-getaran udara yang disebabkan oleh peniupan sangkakala.
c)         George Berkeley (1685-1753)
George Berkeley sebagai penganut empirisme mencanangkan teori yang dinamakan “immaterialisme” atas dasar prinsip-prinsip empirisme. Ia bertolak belakang dengan pendapat John Locke yang masih menerima substansi dari luar. Berkeley berpendapat sama sekali tidak ada substansi-substansi material dan yang ada hanya pengalaman ruh saja karena dalam dunia material sama dengan ide-ide.
Berkeley mengilustrasikan dengan gambar film yang ada dalam layar putih sebagai benda yang riil dan hidup. Pengakuannya bahwa “aku” merupakan suatu substansi rohani. Tuhan adalah asal-usul ide itu ada yang menunjukkan ide-ide pada kita dan Tuhanlah yang memutarkan film pada batin kita.
Sepintas kita pahami bahwa konsep pemikirannya ada kemiripan dengan paham fatalism dari Inggris, perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Tuhan. Juga hampir sama dengan paham Jabariyah yang menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatan.
d)        David Hume (1711-1776)
Hume adalah seorang Skot, lahir didekat kota Edinburgh Inggris tahun 1711. Ia pernah mengajar di Universitas, barangkali juga karena ia dianggap ateis sehingga tidak akan diterima sebagian profesor. Ia banyak berkeliling di Eropa terutama di Perancis. Buku yang ia tulis ketika berumur duapuluh tahunan adalah Kretise Of Human Nature (1739), namun tidak banyak menarik perhatian orang. Waktu mudanya ia juga berpolitik tetapi tak terlalu mendapat sukses, kemudian ia beralih menjadi sejarawan. Pada tahun 1948 ia menulis buku yang sangat terkenal, An Enquiry Concerring the Princeiples of Morals (1751). Hume meninggal pada tahun 1776.
Ia menganalisis pengertian substansi, seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah pengalaman kita. Dalam budi kita tak ada suatu idea yang tidak sesuai dengan impression yang disebabkan “hal” di luar kita. Adapun yang bersentuhan dengan indera kita itu sifat-sifat atau gejala-gejala dari hal tersebut. Yang menyebabkan kita mempunyai pengertian sesuatu yang tetap substansi itu tidak lain dari perulangan pengalaman yang demikian acapkalinya. Subtansi itu hanya anggapan, khayal, yang sebenarnya tak ada.
Manusia tidak membawa pengtahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal yaitu kesan-kesan (impressions) dan pengertian-pengertian atau idea-idea (ideas).
Yang dimaksud dengan impressions atau kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman baik pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah yang menampakkan diri dengan jelas, hidup dan kuat seperti merasakan tangan terbakar. Adapun ideas adalah gambaran tentang pengamatan yang hidup, samar-samar yang dihasikan dengan merenungkan kembali atau ter-refleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Perbedaan kedua-keduanya terletak pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju jiwa dan jalan masuk kesadaran. Persepsi yang termasuk denagn kekuatan besar dan kasar disebut impression (kesan) dan semua sensasim nafsu emosi termasuk kategori ini begitu mereka masuk kedalam jiwa. Idea adalah gambaran kabur (faint image) tentang persepsi yang masuk kedalam pemikiran.
Pengalaman lebih memberi keyakinan dibandingkan kesimpulan logika atau kemestian sebab akibat. Hukum sebab akibat tidak lain hanya hubungan saling berurutan saja dan secara konstan terjadi seperti api membuat air mendidih. Dalam api tidak bisa diamati adanya "daya aktif" yang mendidihkan air. Daya aktif yang disebut hukum kausalitas itu tidak bisa diamati. Dengan demikian kausalitas tidak bisa digunakan untuk menetapkan peristiwa-peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa-peristiwa terdahulu.
Pemikirannya tentang eksistensi Tuhan adalah ketika kita percaya kepada Tuhan sebagai pengatur alam ini kita berhadapan dengan dilema, kita berpikir tentang Tuhan menurut pengalaman masing-masing sedangkan itu hanya setumpuk persepsi dan koleksi emosi saja. Kemudian, bagaimana kita dapat mengatakan Tuhan itu Maha sempurna dan Maha Kuasa, sedangkan di alam terjadi kejahatan dan berbagai bencana. Seharusnya alam ini juga sempurna sesuai denga penciptanya tetapi ternyata tidak. Tuhan juga sumber kejahatan, terbatas dan memiliki sifat mencintai dan membenci. Penelitiannya tentang dunia tidak mampu membuktikan Tuhan kecuali Tuhan itu tidak sempurna.
Lebih lanjut Hume berkomentar, tidak ada bukti yang dapat dipahami untuk membuktikan bahwa Allah ada dan bahwa Ia menyelenggarakan dunia. Juga tidak ada bukti bahwa jiwa tidak dapat mati. Dalam praktik, orang-orang yang beragama selalu mengikuti kepercayaan yang dianggap pasti sedang akal tidak dapat membuktikannya. Menurutnya banyak sekali keyakinan agama yang merupakan hasil khayalan, tidak berlaku umum dan tidak berguna bagi hidup. Agama berasal dari penghargaan dan ketakutan manusia terhadap tujuan hidupnya. Itulah yang menyebabkan manusia mengangkat berbagai dewa untuk disembah.

C.           Positivismee

1.        Pengertian Positivismee
Positivisme berasal dari kata positif. Kata positif disini sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. secara istilah, positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif positif yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang tertuang dalam karya utama Auguste Comte adalah Cours de philosophic positive, yaitu kursus tentang filsafat positif (1830-1842) yang dirbitkan dalam enam jilid. Selain itu dia juga mempunyai sebuah karya yaitu Discour L’esprit Positive (1844) yang artinya pembicaraan tentang jiwa positif.
Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Kemudian, filsafat pun harus meneladani contoh itu. Oleh karena itulah, positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “Hakekat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Tugas khusus filsafat ialah mengoordinasikan ilmu-ilmu yang beragam coraknya. Tentu saja, maksud positivisme berkaitan erat dengan yang dicita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman, hanya saja berbeda dengan empirisme inggris yang menerima pengalamam batiniah, dan subjektif sebagai sumber pengetahuan. Positivisme tidak menerima pengalaman batiniah tersebut. Ia hanyalah mengandalkan fakta-fakta belaka.



2.        Latar Belakang Kemunculan Positivismee
Kemunculan positivisme berkaitan dengan revolusi industry di Inggris abad ke-18 yang menimbulkan gelombang optimism akan kemajuan umat manusia didasarkan keberhasilan teknologi industri. Positivismee yakin bahwa masyarakat akan mengalami kemajuan apabila mengadopsi total pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Slogan dari aliran positivismee ini adalah “ savoir pour prevoir, prevoir pour pouvoir, artinya dari ilmu muncul prediksi dan dari prediksi muncul aksi”.
Positivismee mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang terukur. Terukur inilah sumbangan penting positivisme.
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivismee adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
Positivismee dibidani oleh dua pemikir perancis, Henry Saint Simon ( 1760 -1825 ) dan muridnya Auguste comte ( 1798 – 1857 ). Walau Henry lah yang pertama kali menggunakan istilah positivismee, namun Comte yang mempopulerkan positivismee yang pada akhirnya berkembeng menjadi aliran filsafat ilmu yang pervasive mendominasi wacana filsafat ilmu abad ke-20.
3.        Tokoh-tokoh Positivisme dan Corak Pemikirannya
a)        Auguste Comte
Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama katolik yang berdarah bangsawan. Meski demikian, Auguste Comte tidak terlalu peduli dengan kebangsawanannya. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di paris dan lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan ecole sesudah seorang mahasiswa yang memberontak dalam mendukung napoleon dipecat.
Auguste Comte memulai karir profesionalnya degan memberi les dalam bidang matematika. Walaupun demikian, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial.
Auguste Comte juga memiliki pemikiran Altruisme. Altruisme merupakan ajaran comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”. Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan I’humanite “suku bangsa manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”.
Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini, comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk”. Dalam hal ini comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agama masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan.
Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebut diatas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi peroranga. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog, sebagai pemuda menjadi metafisis dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang positivis.
b)        John Stuart Mill ( 1806 – 1873 )
Ia adalah seorang filosof Inggris yang menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan. John Stuart Mill memberikan landasan psikologis terhadap filsafat positivisme. Karena psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
c)         H. Taine ( 1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.

D.           Kesimpulan
Aliran Emperisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memeroleh pengetahuan, dan mengecilkan akal. Aliran emperisme berpendapat bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewan indera (empiri) dan empirilah satu-satutnya sumber pengetahuan aliran Emperis, bahwa pada dasarnya budi dan empiri saling berkaitan.
Peletak dasar empiris pertama adalah Francis bacon, bapak empirisnya Jhon Locke dan beberapa filsuf lainya seperti Thomas Hobbes, Berkeley, David Hume dan lainnya.Meskipun aliran empirisme sangat berpengaruh atas pemikiran-pemikiran filsafat selanjutnya namun banyak dijumpai kelemahan baik metode, obyek tentang empiris.
Empirisme menganggap agama, mukjizat, bahkan Tuhan sebagai keyakinan yang tidak logis dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah hanya karena empirisme tidak mampu membuktikan eksistensi immateri.
Sebagai salah satu aliran dalam filsafat, positivisme menekankan pengambilan kebenaran pada ilmu pengetahuan dan mengabaikan metafisika yang tidak dapat ditembus oleh akal. Sejarah lahirnya positivisme karena ada kelemahan dalam bidang ekonomi, sehingga hal ini menimbulkan semangat untuk berkembang sehingga yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana mengembangkan ekonomi kembali yang semuanya itu mereka pikirkan hanya dapat terwujud hanya dengan ilmu –ilmu pengetahuan. Tokoh yang terkenal pada aliran ini adalah Auguste Comte.



DAFTAR PUSTAKA


Abdul Hakim, Atang dan Saibani, Beni Ahmad. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Adian, Donny Gahral. 2002. Menyoal Objektivisme Ilmu pengetahuan. Jakarta: Teraju.
Bakhtiar, Amsal. 1999. Filsafat Agama. Jakarta: logos Wacana Ilmu. 
Bertens, K.  1975. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jogjakarta: Kanisius.
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Muslih, Mohammad. 2004.Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar.
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta. 
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Waris. 2009. Filsafat Umum. Ponorogo: Stain Po Press.



[1] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Jogjakarta: Kanisius, 1975), hlm. 50 
[2] Sudarsono, Ilmu Filsafat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 316-317 
[3] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 108 
[4] Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar, 2004), hlm. 54
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Nurhakim, Empirisme, http://paisnews.blogspot.com, di akses tanggal 09 Oktober 2014 pukul 22:56 Wib
[8] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 296
[9] Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), 182
[10] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), hlm 32
[11] Donny Gahral Adian, Menyoal Objektivisme Ilmu pengetahuan, ( Jakarta: Teraju, 2002), hlm. 64
[12] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani,  Op.Cit. hlm. 317
[13] Waris, Filsafat Umum, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), hlm. 55
[14]Andi Ramadhana, Positivisme, http://dhanalana11.blogspot.com/2013/06/ positivisme.html di akses pada tanggal 04 Oktober 2014 pukul 20:50 Wib
[15] Ibid
Lokasi:INDONESIA Indonesia

0 komentar:

luvne.com tipscantiknya.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com