Teori pembenaran hukum dari negara atau teori penghalang tindakan penguasa (Rechtvaardigingtheorieen)
membahas tentang dasar-dasar yang dijadikan alasan sehingga tindakan
penguasa negara dapat dibenarkan.
DOWNLOAD VERSI MICROSOFT WORD :KLIK DI SINI
Keberadaan negara (existence) dapat
dibenarkan berdasarkan sumber-sumber kekuasaan, antara lain : 1.
Kewenangan langsung atau tidak langsung dari Tuhan yang diterapkan dalam
bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara
(Teori Teokrasi). 2. Kekuatan jasmani dan rohani
serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat berkuasa. Dalam bentuk
yang modern seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para
rohaniawan yang berpolitik atau dalam bentuk money politics (Teori
Kekuatan). 3. Adanya perjanjian, baik perjanjian
perdata maupun publik serta adanya pandangan dari perspektif hukum kekeluargaan
dan hukum benda (Teori Yuridis). Secara rasional, suatu pemerintahan
tidak mungkin lagi menyandarkan wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan
fisik angkatan perang (militer) yang represif, mitos-mitos feodalistik maupun
teokratik. Hal-hal yang bersifat irrasional dan dipaksakan semakin lama semakin
ditinggalkan sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat dan politik
serta teknologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tanpa ada legitimasi yang
rasional maka suatu negara tidak mungkin akan berjalan secara efektif.
Legitimasi atas suatu negara memegang peranan yang penting karena walaupun
memiliki kekuasaan namun suatu pemerintahan negara tidak mungkin berjalan
efektif tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan negara dan
alat-alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat yang
memegang kekuasaan politik utama harus memiliki pembenaran atau pendasaran yang
sah (legitimasi) atas kekuasaan yang dijalankan agar ia dapat
melaksanakan fungsinya secara efektif. 1. Pembenaran
Negara dari Sudut Ke-Tuhanan (TheoCratische Theorieen) Teori ini
beranggapan bahwa tindakan penguasa/negara selalu benar karena negara
diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan negara dengan dua cara, yaitu :
a. Secara langsung → cirinya adalah seseorang berkuasa
karena mendapat wahyu dari Tuhan. b. Secara tidak
langsung → seseorang berkuasa karena kodrat Tuhan. Tokoh-tokoh
penganut paham ini antara lain adalah : a. Agustinus
Agustinus dalam bukunya De Civitate Dei menjelaskan bahwa negara pada
dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu : 2) Civitas Dei
(Negara Tuhan) Yaitu negara yang langsung dipimpin oleh Tuhan. Negara Tuhan di
dunia diwakili oleh gereja dan atau oleh kerajaan-kerajaan lain yang
tunduk pada pimpinan gereja yang otomatis tunduk pada Tuhan. 3)
Civitas Terrana/Civitas DiaboliCivitas terrana adalah negara duniawi.
Menurut Agustinus, Civitas terrana disebut juga civitas diaboli karena
dibuat oleh setan. Negara dunia hanya mengejar kepuasan duniawi sehingga
menimbulkan keserakahan, kebencian, peperangan, penderitaan dan akhirnya
keruntuhan. b. Thomas Aquinas Menurut Thomas Aquinas, negara
yang burukpun bukan buatan setan tetapi tetap diakui sebagai perwujudan
kekuasaan dan kehendak Tuhan. Negara timbul dari pergaulan antara manusia
yang ditentukan oleh hukum dan tata alam. Hukum tata alam juga terjadi
dari kehendak Tuhan dan menurut hukum Tuhan. Tuhan menjadikan manusia sebagai
mahluk yang bergaul dan memberikan seorang pemimpin (raja). Oleh karena itu,
kekuasaan raja dalam memimpin negara juga berasal dari Tuhan.
c. Ludwig von Haller Menurut Ludwig von Heller, sifat negara
adalah ketertiban. Dalam negara ada tuan dan hamba, ada yang kuat dan yang
lemah, ada yang tinggi dan rendah serta ada yang kaya dan miskin. Yang kuat
berkuasa memerintah yang lemah. Hal ini merupakan kodrat alam dan itulah yang
dikehendaki dan diatur oleh Tuhan. Manusia dengan segala kecerdasannya
tidak mungkin dapat mengubah keadaan yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Dari kuasa dan kehendak Tuhanlah asal segala kekuasaan dan asal
berdirinya negara. d. Friedrich Julius Sthal Dalam
bukunya, Die Philosophie des Rechts, ia berpendapat bahwa negara
timbul dari takdir ilahi. Kekuasaan dapat tampak sebagai penyusunan
kekuasaan oleh manusia, baik dalam keluarga, kelompok, suku, bangsa atau
gereja. Namun, pada hakekatnya, kekuasaan terjadi karena kehendak
dan kekuasaan Tuhan. Peperangan, penyerbuan,penaklukan, penyerahan dll
terjadi karena kehendak Tuhan. Selain itu, Friedrich juga berpendapat
bahwa negara adalah The March of God in the World (laku Tuhan di
dunia).
2.
Pembenaran Negara dari Sudut Kekuatan
Berdasarkan teori ini, siapa yang memiliki kekuatan akan mendapatkan kekuasaan
dan memegang pemerintahan. Kekuatan tersebut meliputi :
a. Kekuatan jasmani (physic) b.
Kekuatan rohani (phychis) c. Kekuatan materi
(kebendaan) d. Kekuatan politik. Charles Darwin
Menurut teori evolusi Charles Darwin, bahwa kehidupan di alam semesta merupakan
suatu perjuangan untuk mempertahankan hidup, yang kuat akan menindas yang
lemah. Oleh karena itu semua orang berusaha untuk kuat dan unggul. Semua
imperium ditegakkan berdasarkan kekuasaan ini, misalnya Napoleon, Hitler,
Mussolini dan Stalin. Leon Duguit Pihak yang dapat memaksakan
kehendaknya adalah pihak yang kuat (lesplus forts). Kekuatan tersebut
mengandung beberapa faktor, misalnya keistimewaan fisik, intelegensia,
ekonomi dan agama. Paul Laband, George Jellineck, von Jhering Mereka
berpendapat bahwa suatu kenyataan yang wajar harus diterima bahwa kekuasaan dan
kedaulatan sepenuhnya ada di tangan negara dan pemerintahan. Franz
Oppenheimer Dalam bukunya, Der Staat, ia berpendapat bahwa negara
adalah suatu susunan masyarakat yang oleh golongan yang menang dipaksakan
kepada golongan yang ditaklukan dengan maksud untuk mengatur
kekuasaan golongan yang satu atas golongan yang lain dan melindungi terhadap
ancaman pihak lain. Tujuan dari semuanya adalah pemerasan ekonomi dari
golongan yang menang terhadap yang kalah.
3.
Pembenaran Negara dari Sudut Hukum
Teori ini menyatakan bahwa tindakan pemerintah dibenarkan karena didasarkan
kepada hukum. Teori ini merinci lagi hukum ke dalam 3 jenis,
yaitu : a. Hukum Keluarga (Teori Patriarchal)
Teori patriachal berdasarkan hukum keluarga karena pada zaman dulu masyarakat
masih sangat sederhana dan negara belum terbentuk. Masyarakat hidup
dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh kepala keluarga.
b. Hukum Kebendaan (Teori Patrimonial) Patrimonial
berasal dari istilah patrimonium yang berarti hak milik. Raja mempunyai
hak milik terhadap daerahnya, oleh karena itu semua penduduk di
daerahnya harus tunduk pada raja. Raja biasanya mendapat bantuan dari kaum
bangsawan untuk mempertahankan wilayahnya. Jika perang berakhir maka raja
memberikan hak atas tanah kepada bangsawan. Hak atas tanah berpindah dari raja
kepada bangsawan sehingga para bangsawan mendapat hak untuk
memerintah (overheidsrechten). c. Hukum
Perjanjian (Teori Perjanjian) Tokohnya antara lain adalah :
1) Thomas Hobbes Menurut Thomas Hobbes, manusia harus
selalu mempunyai kekuatan karena memiliki rasa takut diserang oleh
manusia lain yang lebih kuat. Oleh karena itu rakyat mengadakan
perjanjian dan dalam perjanjian tersebut, raja tidak diikutsertakan. Oleh
karena itu raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah hak-hak rakyat diserahkan
kepadanya (Monarchie Absoluut). 2) Jhon Locke Rakyat
dan raja mengadakan perjanjian. Oleh karena itu raja berkuasa untuk melindungi
rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang maka rakyat dapat meminta
pertanggung jawabannya. Perjanjian antara raja dengan rakyatnya
menimbulkan monarki terbatas (monarchie constitusionil)
karena kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Dalam perjanjian masyarakat
tersebut terdapat dua macam pactum, yaitu : e. Pactum
Uniones ð perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan
(kolektivitas) antara individu-individu. f. Pactum Subjectiones ð perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan antara
rakyat dengan raja. Jhon Locke berpendapat bahwa pactum uniones dan pactum
subjectiones memiliki pengaruh yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan
kekuasaah, raja harus berjanji akan melindungi hak asasi rakyatnya.
Ajaran Jhon Locke hampir sama dengan ajaran Monarchemachen yaitu suatu
aliran yang timbul dalam abad pertengahan yang memberikan reaksi atas kekuasaan
raja yang mutlak. Aliran tersebut mengadakan perjanjian untuk membatasi
kekuasaan raja. Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges
Fundamentalis yang menetapkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
Oleh karena itu ajaran Jhon Locke sering disebut sebagai warisan Monarchemachen.
3) J.J. Rousseau Menurut Rousseau, kedaulatan dan
kekuasaan rakyat tidak pernah diserahkan kepada raja. Jika raja
memerintah maka raja hanya merupakan mandataris rakyat. Menurut Rousseau, hal
yang pokok dari perjanjian masyarakat adalah menemukan suatu bentuk
kesatuan, membela dan melindungi kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi
dan milik setiap orang sehingg semua orang dapat bersatu, namun setiap orang
tetap bebas dan merdeka. Rouseeau tidak mengenal adanya hak alamiah, hak
dasar atau hak asasi. Dalam perjanjian masyarakat berarti setiap orang
menyerahkan semua haknya kepada masyarakat. Akibat adanya perjanjian masyarakat
adalah : a) Terciptanya kemauan umum (Volonte Generale)
Yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan
perjanjian masyarakat.Volonte generale merupakan kekuasaan yang
tertinggi atau kedaulatan. b) Terbentuknya masyarakat (Gemeinschaft)
Gemeinschaft merupakan kesatuan dari orang-orang yang
menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang memiliki kemauan
umum, kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang tidak dapat
dilepaskan yang disebut sebagai kedaulatan rakyat. Perjanjian masyarakat telah
menciptakan negara. Berarti, ada peralihan dari keadaan bebas ke keadaan
bernegara. 4. Pembenaran Negara dari Sudut
Laina. Teori Ethis/Teori Etika Berdasarkan teori
ini, suatu negara ada karena adanya suatu keharusan susila. Berdasarkan
teori ini maka ada 3 pendapat dari para ahli ilmu negara, yaitu :
1) Plato dan Aristoteles Menurut Plato dan Aristoteles,
manusia tidak akan berarti bila belum bernegara. Negara merupakan sesuatu
hal yang mutlak, tanpa negara maka tidak ada manusia. Oleh karena itu seluruh
tindakan negara dapat dibenarkan. 2) Immanuel Kant Menurut
Immanuel Kant, tanpa adanya negara maka manusia tidak dapat tunduk
pada hukum yang dikeluarkan. Negara adalah ikatan manusia yang tunduk pada
hukum, akibatnya tindakan negara dibenarkan. 3) Wolft Wolf
berpendapat bahwa keharusan untuk membentuk negara merupakan keharusan
moral yang tertinggi. b. Teori Absoulut dari Hegel
Menurut Hegel, tujuan manusia adalah kembali pada citacita yang
abolut. Penjelmaan cita-cita yang absolut dari manusia adalah negara.
Tindakan negara dibenarkan karena negara adalah sesuatu yang dicita-citakan
oleh manusia. c. Teori Psychologis Teori ini menyatakan
bahwa alasan pembenaran negara didasarkan pada unsur psychologis manusia,
seperti rasa takut, rasa sayang dll sehingga segala tindakan negara dapat
dibenarkan.
TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika dikaikan dengan Negara Keatuan Republik Indonesia, maka
berdasarkan teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar pembenar) kekuasaan
negara d Indonesia , yaitu : a. Legitimasi Sosiologis
Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara terlihat dari kenyataan
politik yang menunjukkan adanya kekuatan kelembagaan negara yang
menguasai kehidupan warga negaranya. Legitimasi sosiologis yang telah mengalami
proses artikulatif dalam institusi-institusi politik yang artikulatif
dipahami sebagai legitimasi politik. Proses tarik menarik kepentingan antara
pihak yang berkuasa yang terwujud dalam keputusan politik dianggap telah
memiliki legitimasi politik.
b. Legitimasi Yuridis Pembenaran dari sudut yuridis
(hukum) terlihat dari adanya dasar hukum yang jelas atas keberadaan suatu
negara. Dasar hukum dari keberadaan negara Repubik Indonesia adalah
proklamasi kemerdekaan. Jika dilihat dari Teori Kontrak maka proklamasi
merupakan Unilateral Contract yang mendapat pengakuan dari dunia
internasional. Karena sudah mendapat pengkuan dari dunia internasional maka
negara Republik Indonesia merupakan subjek hukum internasional yang
memiliki hak dan kewajiban tertentu sebagai anggota masyarakat hukum
internasional. Keberadaan konstitusi negara yaitu UUD 1945 menegaskan
dasar yuridis eksistensi ketatanegaraan sebagai komunitas politik yang
mandiri, tidak berada di bawah kedaulatan negara lain dan mampu mempertahankan
kemerdekaan secara politis dan sosiologis. Selain itu, keberadaan
unsur-unsur negara menjadi dasar legitimasi de jure bagi Republik
Indonesia.
c.
Legitimasi Etis-Filosofis Dasar keabsahan negara secara etis dapat dilihat dari
pendapat Wolf dan Hegel, yaitu bahwa pembentukan negara merupakan keharusan
moral yang tertinggi untuk mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia
dalam suatu lingkungan politik yang bernama negara. Legitimasi etis (moral)
mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma moral, bukan
dari kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar
ketentuan hukum (legalitas) tertentu. Legitimasi etis-filosofis merupakan
penyempurnaan akhir dari kemauan dan kemampuan pihak penguasa. Walaupun
suatu pemerintahan memiliki banyak legitimasi sebagai dasar kekuasaannya, namun
tanpa adanya legitimasi etis yang berpihak pada kepentingan kepentingan
kemanusiaan maka pemerintahan tersebut pasti akan dijatuhkan, baik melalui
pemberontakan sosial, demonstrasi people power, revolusi, reformasi
(evolusi) atau pergantian melalui mekanisme konstitusional. Tindakan berkuasa
dari negara dibenarkan karena negara merupakan cita-cita manusia yang
membentuknya. Dalam konteks negara Republik Indonesia, keberadaan negara
dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan etis secara kolektif. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa suatu pemeritahan negara seharusnya berdiri tergak di atas
legitimasi yang kokoh, di atas seluruh legitimasi. Tidak hanya bersifat
teologis, sosiologis (mendapat pengkuan masyarakat) dan yuridis (berlaku
sebagai hukum positif dalam format yuridis ketatanegaraan tertentu) namun juga
etisfilosofis. Suatu legitimasi dapat mengalami krisis bila orang atau lembaga
yang memiliki legitimasi tersebut tidak memiliki kecakapan (skill)
yang cukup untuk mengelola negara secara keseluruhan. Oleh karena
itu legitimasi harus pula diikuti oleh capability dan capacity untuk
mengimplementasikan program yang langsung menyentuh rakyat karena pada dasarnya
rakyatlah pemegang legitimasi yang tertinggi. Keamanan dan kesejahteraan
rakyat merupakan ukuran utama untuk menilai kemampuan legitimasi pemerintahan
suatu negara.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan yang sah (legitimated)
tidak selalu berbanding lurus dengan kecakapan pemerintahannya.
Pemerintah yang sah (legitimated government) tidak selalu cakap dalam
mengelola negara.
Keberadaan negara dibenarkan sebagai perpanjangan tangan
dari kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hambanya agar hidup teratur dalam
mengabdi kepada-Nya. Bernegara merupakan manifestasi pengabdian hamba
terhadap Khaliqnya. Pandangan ini umumnya disebut teokratis. Namun sebenarnya
lebih tepat teosentris (berorientasi kepada Tuhan) sebagai wujud bangsa
yang religius. Bangsa Indonesia mengakui keberadaan negaranya
sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa (Pembukaan UUD 1945 : ”Dengan rahmat
Tuhan Yang Maha Esa...”) Bangsa Indonesia menyadari bahwa Tuhan telah
memberikan rahmat dan berkahnya bagi bangsa Indonesia, dan hal ini merupakan
wujud legitimasi teologis.
0 komentar:
Posting Komentar