Teori kedaulatan (Souvereiniteit)
pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin. Kedaulatan adalah kekuasaan
tertinggi untuk menentukan hukum dalam negara. Sifat-sifat kedaulatan adalah
tunggal, asli dan tidak terbagi. Setiap
masyarakat dalam suatu negara mengakui adanya kekuasaan yang paling tinggi
dalam hidup mereka kekuasaan tertinggi inilah yang mendominasi hidup
mereka, menjadi alasan yang menguasai hidup mereka.
DOWNLOAD VERSI MICROSOFT WORD : KLIK DI SINI
Demikian pula dengan suatu negara yang merupakan pencerminan rakyat mengakui adanya kekuasaan yang tertinggi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau golongan untuk dapat merubah sikap dari kebiasaan orang lain. Pada intinya, hanya ada tiga hal yang dianggap berdaulat dalam suatu masyarakat atau negara, yaitu : 1. Tuhan Tuhan dikatakan memiliki kekuasaan tertinggi atau berdaulat karena Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu dan berkuasa atas segala sesuatu. 2. Raja Raja dikatakan berdaulat karena secara konkret dapat memerintah dan mengatur rayat yang hidup dalam naungan kekuasaannya secara bijaksana. Namun seringkali kekuasaan raja yang absolut menyebabkan tirani dan menindas rakyat sehingga timbul pemikiran bahwa raja tidak pantas berdaulat, rakyatlah yang harus berdaulat atas dirinya sendiri. 3. Rakyat Rakyat diletakkan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi (berdaulat) untuk menghindari penindasan dari raja yang absolut dan orang yang mengatasnamakan agama. Pada masa renaissance atau aufklarung (abad pencerahan), para pendeta yang mengatasnamakan agama Kristen dan kaum Monarch di Eropa berebut kekuasaan untuk menguasai kehidupan rakyat. Keduanya berusaha meyakinkan rakyat sebagai wakil Tuhan di muka bumi (cari : teori Dua Pedang). Pemikiran bahwa rakyatlah yang berdaulat menimbulkan ide kedaulatan rakyat dan pemerintahan dari rakyat dan oleh rakyat melalui parlemen (demokrasi perwakilan). Pelaksanaan teori kedaulatan rakyat berikutnya melahirkan teori kedaulatan hukum. Sedangkan pelaksana teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat memunculkan teori kedaulatan negara. Pada awalnya, dalam Ilmu Negara umum terdapat lima teori kedaulatan namun pada perkembangan terakhir kaum pluralis memunculkan teori kedaulatan plural yang meletakkan kedaulatan secara fungsional kepada beberapa hal/instansi. Teori kedaulatan yang dikenal saat ini adalah : 1. Teori Kedaulatan Tuhan à melahirkan sifat Teosentris = Teokrasi. 2. Teori Kedaultan Raja à melahirkan sifat Monarkis. 3. Teori Kedaulatan Rakyat à melahirkan sifat Demokratis 4. Teori Kedaulatan Negara à melahirkan sifat Fascistis/Otoritarian. 5. Teori Kedaulatan Hukum à melahirkan sifat Nomokratis (rechstaat dan rule of law). 6. Teori Kedaulatan Pluralis à melahirkan sifat Pragmatis-Pluralis.
DOWNLOAD VERSI MICROSOFT WORD : KLIK DI SINI
Demikian pula dengan suatu negara yang merupakan pencerminan rakyat mengakui adanya kekuasaan yang tertinggi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau golongan untuk dapat merubah sikap dari kebiasaan orang lain. Pada intinya, hanya ada tiga hal yang dianggap berdaulat dalam suatu masyarakat atau negara, yaitu : 1. Tuhan Tuhan dikatakan memiliki kekuasaan tertinggi atau berdaulat karena Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu dan berkuasa atas segala sesuatu. 2. Raja Raja dikatakan berdaulat karena secara konkret dapat memerintah dan mengatur rayat yang hidup dalam naungan kekuasaannya secara bijaksana. Namun seringkali kekuasaan raja yang absolut menyebabkan tirani dan menindas rakyat sehingga timbul pemikiran bahwa raja tidak pantas berdaulat, rakyatlah yang harus berdaulat atas dirinya sendiri. 3. Rakyat Rakyat diletakkan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi (berdaulat) untuk menghindari penindasan dari raja yang absolut dan orang yang mengatasnamakan agama. Pada masa renaissance atau aufklarung (abad pencerahan), para pendeta yang mengatasnamakan agama Kristen dan kaum Monarch di Eropa berebut kekuasaan untuk menguasai kehidupan rakyat. Keduanya berusaha meyakinkan rakyat sebagai wakil Tuhan di muka bumi (cari : teori Dua Pedang). Pemikiran bahwa rakyatlah yang berdaulat menimbulkan ide kedaulatan rakyat dan pemerintahan dari rakyat dan oleh rakyat melalui parlemen (demokrasi perwakilan). Pelaksanaan teori kedaulatan rakyat berikutnya melahirkan teori kedaulatan hukum. Sedangkan pelaksana teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat memunculkan teori kedaulatan negara. Pada awalnya, dalam Ilmu Negara umum terdapat lima teori kedaulatan namun pada perkembangan terakhir kaum pluralis memunculkan teori kedaulatan plural yang meletakkan kedaulatan secara fungsional kepada beberapa hal/instansi. Teori kedaulatan yang dikenal saat ini adalah : 1. Teori Kedaulatan Tuhan à melahirkan sifat Teosentris = Teokrasi. 2. Teori Kedaultan Raja à melahirkan sifat Monarkis. 3. Teori Kedaulatan Rakyat à melahirkan sifat Demokratis 4. Teori Kedaulatan Negara à melahirkan sifat Fascistis/Otoritarian. 5. Teori Kedaulatan Hukum à melahirkan sifat Nomokratis (rechstaat dan rule of law). 6. Teori Kedaulatan Pluralis à melahirkan sifat Pragmatis-Pluralis.
A. TEORI KEDAULATAN TUHAN
Teori
Kedaulatan Tuhan mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam satu negara adalah
milik Tuhan. Teori ini berkembang pada abad pertengahan (abad V – XV).
Perkembangan teori ini berkaitan erat dengan perkembangan agama Katolik yang
baru muncul yang diorganisir oleh gereja. Sehingga pada saat itu
ada dua organisasi kekuasaan, yaitu organisasi kekuasaan negara
yang diperintah oleh raja dan organisasi kekuasaan gereja yang dikepalai oleh
Paus. Awalnya perkembangan agama Katolik/Kristen ditentang dengan sangat kuat
karena bertentangan dengan kepercayaan yang dianut yaitu pantheisme (penyembahan
kepada dewa-dewa). Namun pada akhirnya agama Kristen/Katolik dapat
berkembang dengan baik dan bahkan diakui sebagai satu-satunya agama resmi,
agama negara. Sejak saat
itu, gereja mempunyai kekuasaan yang nyata dan dapat mengatur kehidupan negara,
tidak saja yang bersifat keagamaan tetapi juga yang bersifat keduniawian. Hal
ini seringkali menimbulkan permasalahan karena baik gereja maupun negara
kadang-kadang mengeluarkan peraturan tersendiri untuk mengatasi masalah yang
sama. Selama peraturan tersebut tidak bertentangan tentu saja tidak
menimbulkan masalah, namun jika peraturan tersebut saling bertentangan
maka timbul persoalan, peraturn mana yang akn ditaati. Penganut
teori teokrasi antara lain adalah Augustinus, Thomas Aquinas dan Marsilius.
B. TEORI KEDAULATAN RAJA
Menurut
Marsilius, kekuasaan tertinggi dalam negara ada pada raja karena raja adalah
wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan di dunia. Oleh karena itu raja
berkuasa mutlak dan merasa bahwa seluruh tindakannya adalah kehendak
Tuhan. teori ini terutama dipakai pada zaman renaissance.
C. TEORI KEDAULATAN NEGARA
Menurut
George Jellineck, hukum diciptakan oleh negara. Adanya hukum karena
adanya negara. Jellineck mengatakan bahwa hukum merupakan
penjelmaan kemauan negara. Negara adalah satu-satunya sumber hukum, oleh
karena itu kekuasaan tertinggi harus dimiliki oleh negara.
D. TEORI KEDAULATAN HUKUM
Leon
Duguit dalam bukunya, Traite de Droit Constitutionel
berpendapat bahwa hukum merupakan penjelmaan dari kemauan negara tetapi negara
tunduk pada hukum yang dibuatnya. Menurut Krabbe, yang memiliki kekuasaan
tertinggi dalam negara adalah hukum. Atas kritik
Krabe, Jellineck yang berpendapat bahwa kekuasaan tertinggi
dimiliki oleh negara, mempertahankan pendapatnya dengan
mengemukakan teori Selbstbindung yaitu teori yang menyatakan
bahwa negara tunduk pada hukum secara sukarela. Tetapi menurut
Krabbe, selain negara masih ada faktor kesadaran hukum dan rasa keadilan,
dengan demikian, yang berdaulat tetap hukum dan bukan negara.
Paham Krabbe dipengaruhi aliran historis yang dipelopori oleh Von Savigny
yang menyatakan bahwa hukum timbul bersama-sama dengan kesadaran hukum
masyarakat. Hukum tidak tumbuh atas kehendak negara atau kemauan negara, oleh
karena itu berlakunya hukum terlepas dari kemauan negara.
E. TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Ajaran
dari kaum Monarchomachen khususnya ajaran dari Johannes Althusius
diteruska oleh sarjana dari aliran hukum alam, tetapi sarjana dari aliran
hukum alam ini mempunyai kesimpulan baru yaitu bahwa semua individu melalui
perjanjian masyarakat membentuk masyarakat dan kepada masyarakat inilah para
individu menyerahkan kekuasaannya. Selanjutnya, masyarakat menyerahkan
kekuasaan tersebut kepada raja. Jadi sesungguhnya raja mendapatkan kekuasaan
dari individu-individu tersebut. Individu-individu tersebut mendapatkan kekuasaan dari hukum alam. Hukum
alam inilah yang menjadi dasar kekuasaan raja. Dengan demikian kekuasaan raja
dibatasi oleh hukum alam dan karena raja mendapatkan kekuasaan dari
rakyat maka yang memegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Jadi, yang
berdaulat adalah rakyat, raja hanya merupakan pelaksana dari apa yang
telah diputuskan atau dikehendaki oleh rakyat. Hal ini menimbulkan ide
baru tentang kedaulatan, yaitu kedaulatan rakyat yang dipelopori oleh
J.J. Rousseau. Menurut
pendapat Rousseau, rakyat bukanlah penjumlahan dari individu-individu di
dalam negara tetapi kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu dan
yang mempunyai kehendak. Kehendak diperoleh dari individu melalui
perjanjian masyarakat. Kehendak tersebut oleh Rousseau disebut
kehendak umum (volonte generale) yang dianggap mencerminkan
kehendak umum. Jika yang
dimaksud rakyat adalah penjumlahan individu-individu dalam negara maka
kehendak yang ada padanya bukan kehendak umum (volonte generale) tetapi volonte
de tous. Jika pemerintahan negara dipegang oleh beberapa/segolongan orang
yang merupakan kesatuan tersendiri dalam negara dan mempunyai kehendak sendiri
(volonte de corps), maka volonte generale akan jatuh
bersamaan dengan jatuhnya volonte de corps. Jika pemerintahan hanya
dipegang oleh satu orang yang mempunyai kehendak sendiri (volonte
particuliere) maka volonte generale akan jatuh bersamaan dengan
jatuhnya volonte particuliere. Oleh karena itu pemerintahan harus
dipegang oleh rakyat, rakyat mempunyai perwakilan dalam pemerintahan agar volonte
generale dapat terwujud.
Kedaulatan
rakyat menurut Rousseau pada prinsipnya adalah cara untuk memecahkan masalah
berdasarkan sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum. Kehendak umum
bersifat abstrak (hanya khayalan) dan kedaulatan adalah kehendak umum. Teori
kedaulatan rakyat diikuti oleh Immanuel Kant yang mengatakan bahwa
tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan
warga negaranya. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas
perundang-undangan dan yang berhak membuat undang-undang adalah rakyat. Oleh
karena itu undang-undang merupakan penjelmaan kemauan rakyat sehingga
yang memiliki kekuasaan tertinggi atau berdaulat adalah rakyat.
F. TEORI KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
Pasal
1 ayat (2) UUD 1945 Amandemen ketiga menyatakan bahwa : ”Kedaulatan ada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang”. Berdasarkan
pasal tersebut jelaslah bahwa negara Republik Indonesia menganut
teori kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.
Disamping itu, karena negara Republik Indonesia menganut
demokrasi yang berdasarkan konstitusi (constitutional democracy), maka
kedaulatan harus dilaksanakan berdasarkan konstitusi (menurut UUD). Frasa
’menurut UUD’ menimbulkan tafsiran lebih lanjut bahwa kedaulatan harus
dijalankan berdasarkan pembagian kekuasaan yang ada dalam konstitusi.
Kedaulatan harus dijalankan secara fungsional oleh lembaga-lembaga yang
disebutkan oleh konstitusi. Hal ini berarti bahwa masing-masing
lembaga menjalankan kedaulatan berdasarkan fungsinya masing-masing.
Dengan demikian kedaulatan tidak lagi berada pada satu lembaga tetapi secara
plural berada pada lembaga-lembaga yang dibentuk UUD. Hal inilah
yang menimbulkan teori kedaulatan pluralis dimana kekuasaan tertinggi
diletakkan menurut fungsi kelembagaan masing-masing, mekanisme hubungan
tata kerja antar lembaga dapat berjalan dengan demokratis. Sebagian
pakar termasuk Ismail Sunny berpendapat bahwa selain menganut kedaulatan
rakyat, negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan
dan kedaulatan Hukum sekaligus.
Pernyataan bahwa negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan
didasarkan pada Pembukaan UUD 1945 (”Atas berkat rahmat Allah). Selain itu,
Pasal 29 UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh sendi kehidupan negara
harus mengacu pada nilai-nilai Ketuhanan. Pilihan norma dan keputusan politik
tidak boleh menyimpang dari nilai ketuhanan (ajaran agama) yang
diakui oleh seluruh bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara mendudukkan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Sedangkan pernyataan bahwa
Indonesia menganut teori kedaulatan hukum terdapat dalam Pasal 1 ayat (3)
UUD 1945 amandemen ketiga yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum
(rechstaat) dan bukan negara atas kekuasaan belaka (machstaat). Kesimpulan
yang dapat ditarik adalah bahwa Negara Republik Indonesia menganut
teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum sekaligus.
Dalam operasionalisasi kedaulatan, negara Republik Indonesia
menganut teori kedaulatan pluralis karena masing-masing lembaga berdaulat
atas fungsinya yang telah diberikan oleh konstitusi. Dikatakan pluralis
karena tidak ada lagi lembaga tunggal yang memegang kedaulatan.
0 komentar:
Posting Komentar