15 Desember, 2015

BAB IV TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA(Die Lehren von der Rechtsfertigung des Staates)



            Teori pembenaran hukum dari negara atau teori penghalang tindakan penguasa (Rechtvaardigingtheorieen) membahas tentang dasar-dasar yang dijadikan alasan sehingga  tindakan penguasa negara dapat dibenarkan. 
 DOWNLOAD VERSI MICROSOFT WORD :KLIK DI SINI

Keberadaan negara (existence) dapat dibenarkan berdasarkan sumber-sumber kekuasaan, antara lain : 1.      Kewenangan  langsung atau tidak langsung dari Tuhan yang diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara (Teori Teokrasi). 2.      Kekuatan jasmani dan rohani serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat berkuasa. Dalam bentuk yang modern  seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para rohaniawan yang berpolitik atau dalam bentuk money politics (Teori Kekuatan). 3.      Adanya perjanjian, baik perjanjian perdata maupun publik serta adanya pandangan dari perspektif hukum kekeluargaan dan hukum benda (Teori Yuridis). Secara rasional,  suatu pemerintahan tidak mungkin lagi menyandarkan wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik angkatan perang (militer) yang represif, mitos-mitos feodalistik maupun teokratik. Hal-hal yang bersifat irrasional dan dipaksakan semakin lama semakin ditinggalkan sejalan dengan  perkembangan pemikiran filsafat dan politik serta teknologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tanpa  ada legitimasi yang rasional maka suatu  negara tidak mungkin akan berjalan secara efektif. Legitimasi atas suatu negara memegang peranan yang penting karena walaupun memiliki kekuasaan namun suatu pemerintahan negara tidak mungkin berjalan efektif  tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan negara dan alat-alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat  yang memegang kekuasaan politik utama harus memiliki pembenaran atau pendasaran yang sah (legitimasi) atas kekuasaan yang dijalankan  agar ia dapat melaksanakan fungsinya secara efektif. 1. Pembenaran Negara dari Sudut Ke-Tuhanan (TheoCratische Theorieen) Teori ini beranggapan bahwa tindakan penguasa/negara selalu benar karena negara diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan negara dengan dua cara, yaitu : a.    Secara langsung → cirinya  adalah seseorang berkuasa karena mendapat wahyu dari Tuhan. b.    Secara tidak langsung  →   seseorang berkuasa karena kodrat Tuhan. Tokoh-tokoh penganut paham ini antara lain adalah : a.    Agustinus Agustinus dalam bukunya De Civitate Dei menjelaskan bahwa negara pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu : 2)    Civitas Dei  (Negara Tuhan) Yaitu negara yang langsung dipimpin oleh Tuhan. Negara Tuhan di dunia  diwakili oleh gereja dan atau oleh kerajaan-kerajaan lain yang tunduk pada pimpinan gereja yang otomatis tunduk pada Tuhan. 3)    Civitas Terrana/Civitas DiaboliCivitas terrana adalah negara duniawi. Menurut Agustinus, Civitas terrana disebut juga civitas diaboli karena dibuat oleh setan. Negara dunia hanya mengejar kepuasan duniawi sehingga menimbulkan keserakahan, kebencian, peperangan,  penderitaan dan akhirnya keruntuhan. b.    Thomas Aquinas Menurut Thomas Aquinas, negara yang burukpun bukan buatan setan tetapi tetap diakui sebagai perwujudan kekuasaan dan kehendak Tuhan. Negara timbul  dari pergaulan antara manusia yang ditentukan oleh hukum dan tata alam.  Hukum tata alam juga terjadi dari kehendak Tuhan dan menurut hukum Tuhan. Tuhan menjadikan manusia sebagai mahluk yang bergaul dan memberikan seorang pemimpin (raja). Oleh karena itu, kekuasaan raja dalam memimpin negara juga berasal dari Tuhan. c.    Ludwig von Haller Menurut Ludwig von Heller, sifat negara adalah ketertiban. Dalam negara ada tuan dan hamba, ada yang kuat dan yang lemah, ada yang tinggi dan rendah serta ada yang kaya dan miskin. Yang kuat berkuasa memerintah yang lemah. Hal ini merupakan kodrat alam dan itulah yang dikehendaki dan diatur oleh Tuhan.  Manusia dengan segala kecerdasannya tidak mungkin  dapat mengubah keadaan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Dari kuasa dan kehendak Tuhanlah  asal segala kekuasaan dan asal berdirinya negara. d.    Friedrich Julius  Sthal Dalam bukunya, Die Philosophie des Rechts, ia berpendapat bahwa  negara timbul dari takdir ilahi. Kekuasaan dapat tampak sebagai penyusunan  kekuasaan oleh manusia, baik dalam keluarga, kelompok, suku, bangsa atau gereja.  Namun, pada hakekatnya, kekuasaan  terjadi karena kehendak dan kekuasaan Tuhan. Peperangan, penyerbuan,penaklukan, penyerahan dll  terjadi karena kehendak Tuhan. Selain itu, Friedrich juga berpendapat bahwa  negara adalah The March of God in the World (laku Tuhan di dunia).
2.    Pembenaran Negara dari Sudut Kekuatan Berdasarkan teori ini, siapa yang memiliki kekuatan akan mendapatkan kekuasaan dan memegang pemerintahan.  Kekuatan tersebut meliputi : a.    Kekuatan jasmani (physic) b.    Kekuatan rohani (phychis) c.    Kekuatan materi (kebendaan) d.    Kekuatan politik.  Charles Darwin Menurut teori evolusi Charles Darwin, bahwa kehidupan di alam semesta merupakan suatu perjuangan untuk mempertahankan hidup, yang kuat akan menindas yang lemah. Oleh karena itu semua orang berusaha untuk kuat dan unggul. Semua imperium ditegakkan berdasarkan kekuasaan ini, misalnya Napoleon, Hitler, Mussolini dan Stalin. Leon Duguit Pihak yang dapat memaksakan kehendaknya adalah pihak yang kuat (lesplus forts). Kekuatan tersebut mengandung  beberapa faktor, misalnya keistimewaan fisik, intelegensia, ekonomi dan agama. Paul Laband, George Jellineck, von Jhering Mereka berpendapat bahwa suatu kenyataan yang wajar harus diterima bahwa kekuasaan dan kedaulatan sepenuhnya ada  di tangan negara dan pemerintahan. Franz Oppenheimer Dalam bukunya, Der Staat, ia berpendapat bahwa negara adalah suatu susunan masyarakat yang oleh golongan yang menang dipaksakan kepada golongan yang ditaklukan dengan maksud  untuk mengatur  kekuasaan golongan yang satu atas golongan yang lain dan melindungi terhadap ancaman pihak lain. Tujuan dari semuanya adalah pemerasan ekonomi  dari golongan yang menang terhadap yang kalah.
3.    Pembenaran Negara dari Sudut Hukum Teori ini menyatakan bahwa tindakan pemerintah dibenarkan karena didasarkan kepada hukum.   Teori ini merinci lagi hukum ke dalam  3 jenis, yaitu : a.    Hukum Keluarga  (Teori Patriarchal) Teori patriachal berdasarkan hukum keluarga karena pada zaman dulu masyarakat masih sangat sederhana dan negara belum terbentuk.  Masyarakat  hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh kepala keluarga. b.    Hukum Kebendaan (Teori Patrimonial) Patrimonial  berasal dari istilah patrimonium yang berarti hak milik. Raja mempunyai hak milik  terhadap daerahnya, oleh karena itu semua penduduk  di daerahnya harus tunduk pada raja.  Raja biasanya mendapat bantuan dari kaum bangsawan untuk mempertahankan  wilayahnya. Jika perang berakhir maka raja memberikan hak atas tanah kepada bangsawan. Hak atas tanah berpindah dari raja kepada bangsawan sehingga para bangsawan mendapat  hak untuk  memerintah  (overheidsrechten). c.    Hukum Perjanjian (Teori Perjanjian) Tokohnya antara lain adalah : 1)    Thomas Hobbes Menurut Thomas Hobbes,  manusia harus selalu mempunyai kekuatan karena memiliki rasa takut  diserang oleh manusia lain yang lebih kuat.  Oleh karena itu rakyat mengadakan perjanjian dan dalam perjanjian tersebut, raja tidak diikutsertakan. Oleh karena itu raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah hak-hak rakyat diserahkan kepadanya (Monarchie Absoluut). 2)    Jhon Locke Rakyat dan raja mengadakan perjanjian. Oleh karena itu raja berkuasa untuk melindungi rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang maka rakyat dapat meminta pertanggung jawabannya. Perjanjian antara raja dengan rakyatnya menimbulkan  monarki terbatas (monarchie constitusionil)  karena kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Dalam perjanjian masyarakat tersebut terdapat dua macam pactum, yaitu : e.    Pactum Uniones   ð  perjanjian untuk membentuk  suatu kesatuan (kolektivitas) antara individu-individu. f. Pactum Subjectiones ð  perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan antara rakyat dengan raja. Jhon Locke berpendapat bahwa pactum uniones dan pactum subjectiones memiliki pengaruh yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan kekuasaah, raja harus  berjanji akan melindungi hak asasi rakyatnya. Ajaran Jhon Locke hampir sama dengan ajaran Monarchemachen yaitu suatu aliran yang timbul dalam abad pertengahan yang memberikan reaksi atas kekuasaan raja yang mutlak. Aliran tersebut mengadakan perjanjian untuk membatasi kekuasaan raja. Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges Fundamentalis yang menetapkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu ajaran Jhon Locke  sering disebut sebagai warisan  Monarchemachen. 3)    J.J. Rousseau Menurut Rousseau,  kedaulatan dan kekuasaan rakyat tidak pernah diserahkan kepada  raja.  Jika raja memerintah maka raja hanya merupakan mandataris rakyat. Menurut Rousseau, hal yang pokok dari perjanjian masyarakat adalah menemukan suatu bentuk kesatuan,  membela dan melindungi kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap orang sehingg semua orang dapat bersatu, namun setiap orang tetap bebas  dan merdeka. Rouseeau tidak mengenal adanya hak alamiah, hak dasar atau hak asasi. Dalam perjanjian masyarakat berarti setiap orang  menyerahkan semua haknya kepada masyarakat. Akibat adanya perjanjian masyarakat adalah : a)    Terciptanya kemauan umum (Volonte Generale) Yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan  perjanjian masyarakat.Volonte generale merupakan  kekuasaan yang tertinggi atau kedaulatan. b)    Terbentuknya masyarakat (Gemeinschaft) Gemeinschaft merupakan kesatuan dari orang-orang  yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang memiliki kemauan umum,  kekuasaan tertinggi atau kedaulatan  yang tidak dapat dilepaskan yang disebut sebagai kedaulatan rakyat. Perjanjian masyarakat telah menciptakan negara. Berarti, ada peralihan dari  keadaan bebas ke keadaan bernegara. 4.    Pembenaran Negara dari Sudut Laina.    Teori Ethis/Teori Etika Berdasarkan teori ini,  suatu negara ada karena adanya suatu keharusan susila. Berdasarkan teori ini maka ada 3 pendapat dari para ahli ilmu negara,  yaitu : 1)    Plato dan Aristoteles Menurut Plato dan Aristoteles, manusia tidak akan berarti bila  belum bernegara. Negara merupakan sesuatu hal yang mutlak, tanpa negara maka tidak ada manusia. Oleh karena itu seluruh tindakan negara dapat dibenarkan. 2)    Immanuel Kant Menurut Immanuel Kant,  tanpa adanya negara maka  manusia tidak dapat tunduk pada hukum yang dikeluarkan. Negara adalah ikatan manusia yang tunduk pada hukum, akibatnya tindakan negara dibenarkan. 3)    Wolft Wolf berpendapat bahwa keharusan untuk membentuk negara merupakan  keharusan moral yang tertinggi. b.    Teori Absoulut dari Hegel Menurut Hegel,  tujuan manusia adalah  kembali pada citacita yang abolut. Penjelmaan cita-cita yang absolut dari manusia adalah negara.  Tindakan negara dibenarkan karena negara adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh manusia. c.    Teori Psychologis Teori ini menyatakan bahwa  alasan pembenaran negara didasarkan pada unsur psychologis manusia, seperti rasa takut, rasa sayang dll sehingga segala tindakan negara dapat dibenarkan.
TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA             
 Jika dikaikan dengan Negara Keatuan Republik Indonesia, maka berdasarkan teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar pembenar) kekuasaan negara d Indonesia , yaitu : a.    Legitimasi Sosiologis Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara terlihat dari kenyataan politik yang menunjukkan adanya kekuatan kelembagaan  negara yang menguasai kehidupan warga negaranya. Legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses artikulatif  dalam institusi-institusi politik yang artikulatif dipahami sebagai legitimasi politik. Proses tarik menarik kepentingan antara pihak yang berkuasa yang terwujud dalam keputusan politik dianggap telah memiliki legitimasi politik.
                                                                                                                                                                                                                     b.    Legitimasi Yuridis Pembenaran dari sudut yuridis (hukum)  terlihat dari adanya dasar hukum yang jelas atas keberadaan suatu negara.  Dasar hukum dari keberadaan negara Repubik Indonesia adalah proklamasi kemerdekaan.  Jika dilihat dari Teori Kontrak maka proklamasi merupakan Unilateral Contract yang mendapat pengakuan dari dunia internasional. Karena sudah mendapat pengkuan dari dunia internasional maka negara Republik Indonesia merupakan  subjek hukum internasional yang memiliki hak dan kewajiban tertentu sebagai anggota masyarakat hukum internasional. Keberadaan konstitusi negara  yaitu UUD 1945 menegaskan dasar yuridis eksistensi ketatanegaraan  sebagai komunitas politik yang mandiri, tidak berada di bawah kedaulatan negara lain dan mampu mempertahankan kemerdekaan secara politis  dan sosiologis. Selain itu, keberadaan unsur-unsur negara menjadi dasar legitimasi de jure bagi Republik Indonesia.
c.    Legitimasi Etis-Filosofis Dasar keabsahan negara secara etis dapat dilihat dari pendapat Wolf dan Hegel, yaitu bahwa pembentukan negara merupakan keharusan moral yang tertinggi untuk  mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia dalam suatu lingkungan politik yang bernama negara. Legitimasi etis (moral) mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma moral, bukan dari kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar ketentuan hukum (legalitas) tertentu. Legitimasi etis-filosofis merupakan penyempurnaan akhir dari kemauan dan kemampuan pihak penguasa.  Walaupun suatu pemerintahan memiliki banyak legitimasi sebagai dasar kekuasaannya, namun tanpa adanya legitimasi etis yang berpihak pada kepentingan kepentingan kemanusiaan maka pemerintahan tersebut  pasti akan dijatuhkan, baik melalui pemberontakan sosial, demonstrasi people power, revolusi, reformasi (evolusi) atau pergantian melalui mekanisme konstitusional. Tindakan berkuasa dari negara dibenarkan karena negara merupakan cita-cita manusia yang membentuknya. Dalam konteks negara Republik Indonesia, keberadaan negara dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan etis secara kolektif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu pemeritahan negara seharusnya berdiri tergak di atas legitimasi yang kokoh, di atas seluruh legitimasi. Tidak hanya bersifat teologis, sosiologis (mendapat pengkuan masyarakat) dan yuridis (berlaku sebagai hukum positif dalam format yuridis ketatanegaraan tertentu) namun juga etisfilosofis. Suatu legitimasi dapat mengalami krisis bila orang atau lembaga yang memiliki legitimasi tersebut  tidak memiliki kecakapan (skill) yang cukup untuk mengelola negara secara keseluruhan.  Oleh  karena itu legitimasi harus pula diikuti oleh capability  dan capacity  untuk mengimplementasikan program yang langsung menyentuh rakyat karena pada dasarnya rakyatlah pemegang legitimasi yang tertinggi.  Keamanan dan kesejahteraan rakyat merupakan ukuran utama untuk menilai kemampuan legitimasi pemerintahan suatu negara.             Jadi, dapat disimpulkan bahwa  kekuasaan yang sah (legitimated) tidak selalu berbanding lurus dengan kecakapan pemerintahannya.  Pemerintah yang sah (legitimated government) tidak selalu cakap dalam mengelola negara.
Keberadaan negara dibenarkan sebagai perpanjangan tangan dari kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hambanya agar hidup teratur dalam mengabdi kepada-Nya. Bernegara merupakan manifestasi  pengabdian hamba terhadap Khaliqnya. Pandangan ini umumnya disebut teokratis. Namun sebenarnya lebih tepat  teosentris (berorientasi kepada Tuhan) sebagai wujud bangsa yang religius.  Bangsa Indonesia mengakui keberadaan negaranya sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa (Pembukaan UUD 1945 : ”Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa...”) Bangsa Indonesia  menyadari bahwa Tuhan telah memberikan rahmat dan berkahnya bagi bangsa Indonesia, dan hal ini merupakan wujud legitimasi teologis.
Lokasi:INDONESIA Indonesia

0 komentar:

luvne.com tipscantiknya.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com